Labels

Tuesday, December 31, 2013

Suami pilihan

Boat-on-the-Beach-HD-Wallpaper

Layaknya bahtera berlayar mengarungi lautan, kadang terguncang ombak besar dan terpaan angin kencang. Saat itulah, sangat diperlukan keberadaan nahkoda yang handal. Nahkoda yang tenang dalam menghadapi masalah, cerdas dalam mengambil keputusan, tegas dalam menentukan kebijaksanaan, dan handal dalam menjalankan kepemimpinan. Agar bahtera dapat sampai dengan selamat sampai tujuan.

Monday, December 30, 2013

Suami Merantau, Istri Menyuruh Pulang

istri-minta-pulangPertanyaan Apakah seorang istri berdosa menyuruh suaminya pulang apabila suami tersebut tidak bekerja di rantau. Suami masih menunggu mendapatkan pekerjaan.
08575XXXXXXX

Saturday, December 28, 2013

Sebuah Renungan, Perayaan Tahun Baru

Ditulis Oleh Al Ustadz Qomar ZA, Lc.
perayaan-tahun-baru-haramAnda ikut merayakan tahun baru, mengikuti siapa?
Perayaan tahun baru ternyata bukan sesuatu yang baru, bahkan ternyata itu adalah budaya yang sangat kuno, bebarapa umat melakukan. Perayaan itu, diantaranya adalah hari raya Nairuz, dalam kitab al Qomus. Nairuz adalah hari pertama dalam setahun, dan itu adalah awal tahun matahari.

Friday, December 27, 2013

Sikap Ulama Salaf terhadap Penentang As Sunnah

Kategori: Majalah "Syariah" Edisi 4
(ditulis oleh: Al-Ustadz Qomar Suaidi, Lc.)
Marah adalah sikap yang segera ditunjukkan para ulama Salaf kepada orang-orang yang suka membantah Sunnah Nabi.
Para ulama Salaf adalah orang-orang yang sangat tinggi ghirah-nya (semangatnya) terhadap Sunnah Nabi. Mereka makmurkan jiwa mereka dengan As Sunnah sehingga tatkala muncul dari seseorang sikap menyangkal As Sunnah atau enggan untuk tunduk terhadap aturan As Sunnah, secara spontan mereka ingkari dengan pengingkaran yang tegas sebagai hukuman dan peringatan. Hal itu nampak jelas dalam kisah-kisah yang sampai kepada kita, di antaranya:
Ketika Abdullah bin Umar c mengatakan: Saya mendengar Nabi bersabda:
“Jangan kalian larang istri-istri kalian ke masjid jika mereka minta ijin ke sana,”
maka Bilal bin Abdillah mengatakan: ‘Demi Allah aku sungguh-sungguh akan melarang mereka.’ Maka Abdullah bin Umar c menghadap kepadanya dan mencaci makinya. (Yang meriwayatkan kisah ini mengatakan: ‘Saya tidak pernah mendengar dia mencaci maki seperti itu sama sekali.’). Dan mengatakan, aku katakan kepadamu ‘Bersabda Rasulullah’ lalu kamu katakan ‘Demi Allah aku akan melarang mereka?!’ (Shahih, HR. Muslim no. 988)
Kejadian lain dialami oleh shahabat ‘Ubadah bin Ash-Shamit z ketika beliau menyebutkan bahwa Nabi melarang menukar satu dirham dengan dua dirham dan ada seseorang yang mengatakan: “Menurut saya, itu tidak mengapa jika kontan.” Maka ‘Ubadah mengatakan: “Saya katakan ‘Rasulullah bersabda’ dan kamu katakan: ‘Menurut saya tidak mengapa?!’. Demi Allah jangan sampai ada satu atap menaungi saya dan kamu.” (Shahih, HR. Ad-Darimi 1/118 dan Ibnu Majah 1/20 no.18, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani, Ta’zhimus Sunnah, hal. 37)
Shahabat yang lain yaitu Abu Sa’id Al-Khudri z mengatakan kepada seseorang: “Apakah kamu mendengar saya menyampaikan hadits dari Nabi r:
“Jangan kalian tukar uang dinar dengan uang dinar jangan pula dirham dengan dirham kecuali sama ukurannya dan jangan kalian tukar dengan cara yang tidak kontan.” Lalu kamu berfatwa dengan apa yang kamu fatwakan (yakni berbeda dengan hadits)!! Demi Allah jangan sampai ada yang menaungi aku dan kamu selama hidupku kecuali masjid.” (Al-Ibanah Ibnu Baththah hal. 95, Ta’zhimus Sunnah hal. 39)
Begitu tegas sikap para shahabat Nabi r terhadap orang-orang yang menyangkal hadits. Hal itu tidak lain karena kedalaman ilmu mereka tentang kedudukan Sunnah Nabi dalam syariat dan ilmu mereka tentang bahayanya sikap penentangan semacam ini, yang dibarengi dengan kecemburuan mereka yang tinggi terhadap As Sunnah. Sepintas sebagian kita membaca kisah itu nampak sikap mereka begitu keras atau kaku dan tak kenal kompromi, dan barangkali dipandang oleh sebagian orang tidak pantas dilakukan. Tapi cobalah kita menengok sejenak bahwa contoh tersebut adalah perbuatan para shahabat Nabi r, orang-orang terbaik umat ini dengan rekomendasi dari Allah dan Rasul-Nya.
Justru yang tidak pantas adalah ketika kita mengatakan bahwa perbuatan mereka itu tidak pantas. Penilaian seperti itu tentu karena kurangnya ilmu tentang kedudukan Sunnah Nabi, juga karena ghirah keagamaan yang lemah dari dalam hati sanubari dan karena tidak menangkap bahayanya perbuatan lancang semacam ini. Allah I berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (Al-Hujurat: 1)
Oleh karenanya kita perlu introspeksi diri sekaligus berhati-hati karena kita hidup di zaman yang kondisinya sangat jauh dari norma-norma kenabian. Sunnah Nabi begitu asing untuk kita terapkan sehingga didapati hakekat-hakekat telah terbalik, sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Mas’ud z: “Bagaimana dengan kalian jika fitnah yang membuat pikun orang dewasa dan membuat anak kecil menjadi besar itu menyelimuti kalian? Bahkan manusia justru menjadikan (sesuatu yang bukan As Sunnah) sebagai sunnah. Jika ditinggalkan sedikit saja darinya akan dikatakan: ‘Sunnah telah ditinggalkan’.” Orang-orang bertanya kepada Ibnu Mas’ud z: “Kapan itu terjadi?” Diapun menjawab: “Jika ulama kalian telah pergi, pembaca Al Qur`an semakin banyak tapi ahli fiqih semakin sedikit, pimpinan kalian semakin banyak, orang yang jujur semakin sedikit dan dunia dicari dengan menggunakan amalan akhirat serta selain ilmu agama (semakin banyak) dipelajari.” (Shahih, Riwayat Ad-Darimi, 1/64, dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Qiyamu Ramadhan)
Wallahu a’lam.
 

Wednesday, December 25, 2013

Bimbingan Ulama Menyikapi Natal & Tahun Baru

Para pembaca yang berbahagia,
Hari Natal dan Tahun Baru sering menjerumuskan kaum muslimin. Natal merupakan salah satu hari raya umat Kristen dalam rangka memperingati kelahiran Isa al-Masih ‘alaihissalam yang menurut anggapan mereka jatuh pada tanggal 25 Desember. Sedangkan perayaan Tahun Baru adalah perayaan untuk menyambut berakhirnya masa satu tahun kalender Masehi (Gregorian) dan menandai dimulainya hitungan tahun selanjutnya pada tanggal 1 januari. Bagaimanakah pandangan Islam dalam hal ini? Islam –sebagai agama yang sempurna- melalui para ulama, telah memberikan bimbingan yang tepat kepada umatnya di dalam menyikapi 2 hari raya tersebut sebagaimana berikut ini:

Tuesday, December 24, 2013

Kembali kepada Ulama Yang memiliki Ilmu yang kokoh merupakan Prinsip SALAFY yang Agung

Oleh : Al-Ustadz Abu Mu’awiyah Askari hafizhahullah
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri  di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya  mengetahuinya dari mereka  . Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja . “(QS.An-Nisaa:83)

Monday, December 23, 2013

Ke Mana Kita Hendak Berlindung …?

Adalah suatu perkara yang wajar, bila setiap orang merasa takut dan khawatir akan ditimpa suatu kejelekan, musibah, dan perkara-perkara lain yang tidak disukainya. Namun manusia tidaklah selalu akan terhindar dari perkara-perkara yang tidak disukainya tersebut, di samping dia juga pasti mendapatkan perkara-perkara yang dia inginkan. Itulah kehidupan. Dengan penuh keadilan dan kebijaksanaan-Nya, Allah subhanahu wa ta’ala telah takdirkan itu semua kepada semua makhluk-Nya.
For more info go to FDA website at: and here click set it up sample packetsuch differences are discussed inside the risk factors detailed within the viagra india generic.

Saturday, December 21, 2013

Inilah Nama-Nama Bulan dalam Kalender Islam Beserta Artinya

Dalam Website resmi Taqwim Ummul Quro, kalender hijriyyah resmi yang digunakan di Arab Saudi, disebutkan bahwa arti nama-nama bulan hijriyyah sebagai berikut:

Friday, December 13, 2013

Negeri Yaman ‘Surga’ Para Pencari Ilmu

Yaman adalah negara terluas urutan kedua setelah Arab Saudi di bentangan Jazirah Arab. Posisinya yang berada di ujung jazirah menjadikan Yaman sebagai negara yang mengambil pesan vital dalam konteks hubungan antar negara di Timur Tengah secara khusus, dan dunia secara umum. Apalagi, Teluk Aden sebagai pintu masuk Laut Merah berada di dalam wilayah Yaman. Hal ini semakin menegaskan peran vital Yaman untuk negara-negara di sepanjang garis Afrika Utara dan  negara-negara Timur Tengah. Secara historis, Yaman tidak dapat dipisahkan dari proses perkembangan islam. Ribuan Shahabat yang berasal dari Yaman tercatat indah di dalam sejarah. Sebut saja Abu Hurairah, Abu Musa Al Asy’ari, Ammar bin Yasir, Uqbah bin Amir, Jarir bin Abdillah Al Bajali, Adi bin Hatim, Wail bin Hujr Al Hadrami, dan masih banyak lagi tokoh-tokoh terkemuka shahabat yang berasal dari Yaman.
Karakter asli penduduknya yang lembut dan mudah menerima kebenaran manjadi salah satu faktor yang membantu penyebaran islam di Yaman. Oleh sebab itu,  dalam masa islam, pergolakan dan huru-hara di Yaman terbilang kecil bila dibandingkan yang terjadi di negeri Irak, Iran, Mesir, dan Syam.
Mengenai kedatangan Abu Musa Asy’ari beserta rombongan dari Yaman, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, riwayat Al Bukhari dan Muslim :
“Penduduk Yaman telah datang kepada kalian. Perasaan mereka halus. Hati mereka lembut. Iman itu Yaman dan hikmah pun Yaman.”
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas merupakan bentuk pujian untuk penduduk Yaman. Para ulama yang mensyarah hadits di atas memang menyebutkan khilaf (perbedaan pandangan) tentang; apa yang dimaksud dengan Yaman di dalam sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ? Namun demikian, sebagian ulama mengakui bahwa karakter penduduk Yaman di sepanjang sejarah Islam memang demikian. Wallahu a’lam.

NEGERI YAMAN, NEGERI ILMU
Di dalam peta rihlah thalabul ilmi (perjalanan suci dalam menuntut ilmu syar’i), Yaman juga mengambil porsi yang cukup besar. Ulama yang pernah muncul di dalam sejarah Yaman tidak terhitung jumlahnya. Shan’a sebagai simbol Yaman adalah magnet yang menarik para pecinta ilmu untuk berdatangan. Sebab pada waktu itu, Shan’a menjadi salah satu pusat berkumpulnya para ahlul hadits.
Lebih-lebih lagi pada masa Al Imam Abdurrazaq bin Hammam Ash Shan’ani (126-211). Sejumlah ulama besar Islam datang dari berbagai penjuru dunia untuk menimba ilmu langsung kepada Abdurrazaq bin Hammam di Yaman. Sufyan bin Uyainah, Al Mu’tamir bin Sulaiman, Ishaq bin Rahuyah, Ali Ibnul Madini hanyalah contoh sekian banyak murid-murid beliau. Sampai-sampai muncul istilah Laa Budda Min Shan’a Wa In Thalas Safar (pokoknya harus sampai ke Shan’a, meski harus menempuh perjalanan panjang).
Salah satu keajaiban thalabul ilmi yang termaktub di dalam sejarah adalah kisah Al Imam Ahmad bin Hambal dan Yahya bin Ma’in yang hendak berguru kepada Abdurrazaq bin Hammam.
Perjalanan beliau berdua dimulai dari Baghdad, ribuan kilo dari Yaman. Sejak awal beliau berdua bertekad menimba ilmu dari Abdurrazaq di Yaman. Berbagai negeri dilewati, panasnya siang dan dinginnya malam bukanlah penghalang.
Mereka tiba di Makkah bertepatan dengan musim haji. Kesempatan untuk berhaji pun tidak disia-siakan. Dalam sebuah kesempatan thawaf, Yahya bin Ma’in berjumpa dengan Abdurrazaq bin Hammam. Ternyata, tahun itu juga Abdurrazaq sedang menunaikan ibadah haji.
Setelah pertemuan itu, Yahya bin Ma’in segera mencari Imam Ahmad untuk menyampaikan kabar gembira dan berita besar tentang keberadaan Abdurrazaq bin Hammam yang sedang berhaji di Makkah.
“Sungguh! Allah telah mendekatkan langkah-langkah kaki kita. Allah telah memudahkan kita untuk menghemat bekal perjalanan. Allah juga telah membebaskan kita dari perjalanan sebulan penuh untuk menuju shan’a.
Lihatlah! Saat ini, Abdurrazaq sedang berada di Makkah. Marilah kita mendengar riwayat-riwayat hadits dari dari Abdurrazaq di sini saja (di Makkah)!” Ujar Yahya bin Ma’in.
Subhanallah!
Mendengar “kabar baik” semacam ini ternyata tidak membuat Imam Ahmad lantas menanggapi dan menyetujui.
Dengan mantap Imam Ahmad menjawab :
“Sesungguhnya, sejak masih di Baghdad, aku telah berniat untuk mendengar riwayat hadits dari Abdurrazaq di Shan’a. Dan demi Allah, aku tidak akan merubah niatku selama-lamanya.”
Ya! Imam Ahmad tetep memegang tekad untuk berguru kepada Abdurrazaq di Yaman. Dan tekad beliau benar-benar terwujud. Kurang lebih sepuluh bulan lamanya Imam Ahmad berada di Yaman dalam rangka rihlah thalabul ilmi.
THALABUL ILMI DI YAMAN SAAT INI
Tiap-tiap generasi selalu saja bermunculan para ulama besar dari negeri Yaman. Kaum muslimin tentu tidak asing lagi dengan nama harum Asy Syaukani, Ash Shan’ani, Ibnul Wazir, dan Abdurrahman bin Yahya Al Mu’allimi. Beberapa karya tulis yang menghimpun nama-nama ulama Yaman juga sangat mudah didapatkan di perpustaan-perpustakaan Islam.
Di masa-masa terakhir ini nama besar Asy Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i sangat akrab bagi kaum muslimin. Bisa dikatakan setiap warga Yaman pasti pernah mendengar nama dan gerakan dakwah beliau. Murid-murid beliau yang datang berguru bukanlah hanya dari dalam negeri, namun juga dari mancanegara. Begitu banyaknya murid beliau hingga dinyatakan, “Tidak pernah ada rihlah seramai ini di Yaman sejak zaman Abdurrazaq bin Hammam.
Meskipun telah meninggal belasan tahun yang lalu, murid-murid senior beliau tetap meneruskan estafet dakwah salaf yang berpondasikan di atas Al Qur’an dan As Sunnah. Hari demi hari dakwah salaf semakin kuat dan meluas. Tidak ada satu pun desa di Yaman –meski terpencil-, kecuali dakwah salaf telah menghujam kuat di sana. Wajar saja jika dakwah salaf dinilai oleh banyak pengamat sebagai dakwah mayoritas di Yaman.
Kelompok-kelompok sempalan Islam memang ada juga. Akan tetapi, watak orang Yaman yang senang dengan al haq membuat kelompok-kelompok tersebut seakan berjalan di tempat, bahkan semakin surut. Syi’ah, Sufi, Al Qaeda, Ikhwanul Muslimin, Jama’ah Tabligh, dan beberapa kelompok sesat lainnya justru semakin melemah sejak dakwah salaf dihidupkan kembali oleh Syaikh Muqbil dan murid-muridnya.
Jika anda sempat berkunjung ke Yaman dan menggunakan syi’ar Salaf, jangan kaget jika ada orang menyapa Anda dan mengatakan, “ Anda tentu muridnya Syaikh Muqbil!”
KESEMPATAN TIDAK DATANG BERKALI-KALI
Alhamdulillah. Negeri Yaman saat ini telah menjadi pusat destinasi rihlah thalabul ilmi. Kemudahan demi kemudahan merupakan faktor pendukung yang seharusnya disyukuri secara penuh. Belajar agama secara benar di Yaman tidak di batasi oleh usia. Muda maupun tua, bahkan yang telah sepuh pun memiliki kesempatan yang sama.
Jumlah markiz (pesantren) yang mengajarkan akidah dan manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah sangat banyak di negeri Yaman. Ada yang bertaraf sederhana, sedang, sampai besar. Beberapa Markiz yang tergolong besar seperti :
1.    Darul Hadits Ma’bar, pimpinan Syaikh Muhammad Al Imam
2.    Darul Hadits Fuyus, pimpinan Syaikh Abdurrahman Al Adeni
3.    Darul Hadits Dzammar, pimpinan Syaikh Utsman As Salimi
4.    Darul Hadits Syihr, pimpinan Syaikh Abdullah Al Mar’i
Untuk belajar Salaf di Yaman tidak dipungut biaya sepeserpun untuk biaya pendidikan. Bahkan konsumsi, asrama, dan beberapa hal lainnya digratiskan juga. Maka tidak mengherankan jika jumlah pelajar Indonesia di Markiz-markiz Salaf Yaman saat ini telah menembus angka 300-an. Sebagian besarnya berstatus lajang, sementara yang telah menikah dan meninggalkan anak istri juga tidak sedikit. Bahkan ada puluhan pelajar yang turut memboyong anak istrinya untuk sama-sama thalabul ilmi.
Suasana dan lingkungan Yaman sangat mendukung sekali untuk mempelajari Islam secara Intensif dan optimal. Jauh dari hiruk piruk keduniaan dan sangat menjanjikan ketenangan. Setiap saat selalu tentram dengan mendengarkan ayat Al Qur’an dan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seta nasihat ulama. Jika sesekali suntuk atau sedang menghadapi problem, hanya dengan sekedar duduk mendengarkan ceramah Syaikh, semua hilang dan meleleh tak tersisa.
Sebagian pelajar mengatakan, “Rasa-rasa tidak ingin pulang ke Indonesia. Di sini telah ku temukan hakikat ketenangan hati. Di sinilah aku benar-benar bisa merasakan apa yang dimaksud dengan hidup bahagia itu. Di sini telah ku temukan ketentraman jiwa.”
Semua bidang ilmu agama bisa Anda peroleh dan pelajari dengan mudah di Markiz-markiz Salaf di Yaman. Ketersediaan pengajar dan guru seolah tidak pernah habis. Akidah, bahasa Arab, ilmu hadits, fiqih, ushul fiqih, Al Qur’an, maupun ilmu-ilmu lainnya tinggal Anda pilih saja. Dijamin memuaskan! Insya Allah.
Thalabul Ilmi di Yaman memeng menjadi pilihan utama. Anda bisa memilih Markiz sesuai dengan cuaca yang anda senangi. Makanan dan minumannya pun mudah diadaptasikan. Proses keberangkatan dan perizinan pun sangat ringan. Secara periodik, Bapak-bapak dari KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) juga mengadakan silahturahmi dan kunjungan ke Markiz-markiz Salaf.
Biaya? Murah sekali jika dibandingkan biaya yang dihambur-hamburkan untuk sekolah maupun kuliah. Cukup dengan 18 juta Anda bisa berangkat Thalabul Ilmi ke Yaman, kemudian pulang ke Indonesia dengan membawa pulang ilmu bermanfaat untuk didakwahkan kepada masyarakat luas, insya Allah.
Tertarik? Jangan tunggu lama-lama! Segeralah ambil keputusan dan jangan menunda!
[Ditulis ulang dari Majalah Qudwah, Edisi 10, hal 16-20]

Sumber artikel : kaahil.wordpress.com

Wednesday, December 11, 2013

SEMUA KARENA CINTA : INILAH ALASAN MENGAPA SEORANG WANITA RELA MENJADI ISTERI TERORIS

IMG_20120910_151437Judul Asli: Karena Cinta Menjadi Teroris
Oleh: Abu Mujahid Cinta sering membutakan mata-hati seseorang. Sesuatu yang menjadi prinsip hidup, karena cinta, bisa menjadi seonggok sampah yang dibuang begitu saja di selokan depan rumah. Sebaliknya, karena cinta, sesuatu yang bertentangan dengan hati nurani dapat diterima, didekap erat-erat lalu dibawa sampai mati.

Thursday, December 5, 2013

Iblis Saja Meyakini Bahwa Al-Qur’an Adalah Kalamullah

Syarh kitab Asy-Syari’ah karya Al-Imam Al-Aajurry rahimahullah
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hady Al-Madkhaly hafizhahullah

Al-Imam Al-Aajurry rahimahullah berkata:
 وَأَخْبَرَنَا أَبُوْ عَبْدِ اللهِ الْقَزْوِيْنِيُّ أَيْضًا، قَالَ: حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ عَبْدَكَ الْقَزْوِيْنِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ يَحْيَى بْنَ يُوْسُفَ الزِّمِّيَّ، يَقُوْلُ: بَيْنَا أَنَا قَائِلٌ فِيْ بَعْضِ بُيُوْتِ خَانَاتِ مَرْوٍ فَإِذَا أَنَا
 بِهَوْلٍ عَظِيْمٍ، قَدْ دَخَلَ عَلَيَّ، فَقُلْتُ: مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ: لَيْسَ تَخَافُ يَا أَبَا زَكَرِيَّا؟ قَالَ قُلْتُ: فَنَعَمْ، مَنْ أَنْتَ؟ قَالَ: وَقُمْتُ وَتَهَيَّأْتُ لِقِتَالِهِ، فَقَالَ: أنا أَبُوْ مُرَّةَ قَالَ: فَقُلْتُ: لَا حَيَّاكَ اللهُ،
 فَقَالَ: لَوْ عَلِمْتُ أَنَّكَ فِيْ هَذَا الْبَيْتِ لَمْ أَدْخُلْ، وَكُنْتُ أَنْزِلُ بَيْتًا آخَرَ، وَكَانَ هَذَا مَنْزِلِي حِينَ آتِي خُرَاسَانَ قَالَ: فَقُلْتُ: مِنْ أَيْنَ أَتَيْتَ؟ قَالَ: مِنَ الْعِرَاقِ قَالَ وَقُلْتُ: وَمَا عَمِلْتَ
 بِالْعِرَاقِ؟ قَالَ: خَلَّفْتُ فِيْهَا خَلِيْفَةً، قُلْتُ: وَمَنْ هُوَ؟ قَالَ: بِشْرٌ الْمِرِّيْسِيُّ، قُلْتُ: وَإِلَى مَا يَدْعُوْ؟ قَالَ: إِلَى خَلْقِ الْقُرْآنِ، قَالَ: وَآتِي خُرَاسَانَ فَأَخْلُفُ فِيْهَا خَلِيْفَةً أَيْضًا قَالَ: قُلْتُ:
 إِيشِ تَقُوْلُ فِيْ الْقُرْآنِ أَنْتَ؟ قَالَ: أَنَا وَإِنْ كُنْتُ شَيْطَانًا رَجِيْمًا أَقُولُ: الْقُرْآنُ كَلَامُ اللهِ غَيْرُ مَخْلُوْقٍ.

Tuesday, November 26, 2013

Hukum Dan Masail Haid

Dalam edisi terdahulu kami telah menyebutkan tujuh dari hukum-hukum yang berkaitan dengan haid. Hukum yang selanjutnya, kami sebutkan berikut ini :

Monday, November 18, 2013

Agama Itu adalah Nasehat

Diriwayatkan dari Abu Ruqayah Tamim bin Aus Ad Daary Radhiyallahu ‘Anhu Nabi Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, sesungguhnya “Agama itu nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, KitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan umumnya mereka” (HR. Bukhari, Muslim dan yang lainnya).Hadits ini diriwayatkan dari segolongan para shahabat, di antaranya Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Tamim Ad Daary dan Ibnu Umar radliyallahu ‘anhum (lihat Al Irwa’ No. 26)

Friday, November 15, 2013

Para Pemetik Janji Surga dan Orang-orang yang Pasti Masuk Neraka

Para Pemetik Janji Surga dan Orang-orang yang Pasti Masuk Neraka

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Para pembaca, semoga lindungan Allah subhanahu wa ta’ala senantiasa bersama kita, di antara akidah Islam yang wajib diyakini oleh setiap muslim dan muslimah adalah adanya hari akhir. Sangat banyak ayat-ayat Al-Qur`an dan hadits-hadits shahih yang menjelaskannya. Tak heran, bila iman kepada hari akhir itu berposisi sebagai rukun iman yang kelima.

Thursday, November 14, 2013

[Download] Tabligh Akbar “Jalan Pintas menuju Syurga” Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar

Berikut ini adalah rekaman Tabligh Akbar dengan tema Jalan Pintas menuju Syurga yang diadakan di Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar pada tanggal 19 Rajab 1434 / 29 Mei 2013, Pukul 13.00-17.30 WITA yang disampaikan oleh Syaikh ‘Utsman bin Abdillah As-Salimy (Ulama Yaman), Penerjemah : Ustadz Ali Basuki, Lc (Jakarta) .
 1. Sambutan Ketua Panitia Tabligh Akbar – Ustadz Mustamin.mp3 Download
 2. Syaikh Utsman As-Salimy – Tabligh Akbar Al-Markaz 1434 H.mp3 Download
 3. Syaikh Utsman As-Salimy – Tabligh Akbar Al-Markaz 1434 H.mp3 Download
 4. Kesimpulan Jalan Pintas menuju Syurga – Ustadz Dzulqarnain.mp3 Download
 
Sumber artikel : almakassari.com

Wednesday, November 13, 2013

Download Rekaman Syarah Kitab Nawaqidul Islam

Taklim Syarah Nawaqidul Islam
Dibawakan oleh Ustadz Nashr Abdul Karim
di Masjid kampus UIN Alauddin Makassar.
Syarah Nawaqidul Islam” karya Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan-hafizhahulloh- terhadap kitab karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab -rahimahullah- yang berjudul ‘Nawaqidul Islam”, yang berisi Penjelasan tentang  10 pembatal-pembatal keislaman. Meliputi :

Tuesday, November 12, 2013

Himbauan Kepada Ahlus Sunnah di Indonesia Untuk Saudara-Saudara di Dammaj

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه.
أما بعد:
Sungguh kita berduka atas musibah yang menimpa saudara-saudara kita di Dammaj. Yaitu mereka dikepung oleh orang-orang zhalim dan lalim Syi’ah Rafidhah yang najis, para zindiq yang busuk!! Belum luntur dari ingatan kita penyerangan terhadap Dammaj dan sekitarnya setahun yang lalu. Kini mereka mengulanginya lagi.

Monday, November 11, 2013

Berbahagialah Muslim yang Bersedih


Di dunia ini tidak mungkin seorang hamba selamat dari musibah. Entah dia orang baik-baik maupun dia seorang yang fajir (bermaksiat kepada Allah). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan.” (An-Nisa: 104)

Sunday, November 3, 2013

Hukum Mengulang Umrah dari Tan’im

(ditulis oleh: Penjelasan: Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani)
Nabi n bersabda:
“Boncengkan saudara perempuanmu ‘Aisyah, umrahkan dia dari Tan’im. Apabila engkau sampai di bukit maka perintahkanlah dia untuk melakukan ihram. Sesungguhnya itu adalah umrah yang diterima.” (Shahih, HR. Al-Hakim. Adz-Dzahabi mengatakan bahwa sanadnya kuat. Diriwayatkan pula oleh Ahmad, Abu Dawud dan lainnya, sebagaimana diriwayatkan juga oleh Al-Bukhari dan Muslim dari jalan Abdurrahman bin Abu Bakr c secara ringkas)
Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim disebutkan:
“Ini sebagai pengganti umrahmu.”
Dalam riwayat ini ada isyarat tentang alasan perintah Nabi n kepada ‘Aisyah untuk melakukan umrah setelah haji. Berikut ini penjelasannya:
‘Aisyah telah berihram dengan niat umrah ketika hajinya bersama Nabi n… Tatkala sampai di Sarif –sebuah tempat di dekat Makkah– ia mengalami haid, sehingga tidak dapat menyempurnakan umrah dan tahallul dari umrah dengan melakukan thawaf di Ka’bah. Dan ‘Aisyah telah mengatakan kepada Nabi n: “Sesungguh-nya aku telah berniat umrah, maka bagaimana yang harus aku lakukan dengan hajiku?” Beliau n menjawab: “Lepaskanlah ikatan kepalamu, sisirlah dan berhentilah dari umrah. Lalu niatkan haji dan lakukan seperti apa yang dilakukan oleh jamaah haji, tetapi engkau jangan thawaf dan jangan shalat sampai engkau suci.” ‘Aisyah pun melakukannya…
(Setelah selesai, ‘Aisyah mengatakan, -pent): “Orang-orang kembali dengan haji dan umrah. Sementara aku kembali dengan haji saja?” Sementara Rasulullah n adalah orang yang memudahkan urusan, bila Aisyah menghendaki sesuatu maka beliau n menurutinya. Rasulullah n pun mengutusnya bersama saudara laki-lakinya, Abdurrahman, sehingga berihram untuk umrah dari Tan’im.

Thursday, October 31, 2013

Tips Membina Rumah Tangga yang Sakînah

Penulis: Buletin Al Ilmu Jember
Setiap insan yang hidup pasti menginginkan dan mendambakan suatu kehidupan yang bahagia, tentram, sejahtera, penuh dengan keamanan dan ketenangan atau bisa dikatakan kehidupan yang sakinah, karena memang sifat dasar manusia adalah senantiasa condong kepada hal-hal yang bisa menentramkan jiwa serta membahagiakan anggota badannya, sehingga berbagai cara dan usaha ditempuh untuk meraih kehidupan yang sakinah tersebut.

Thursday, October 24, 2013

Dowlnload Kajian MP3 TANYA JAWAB Para Ustadz-Ustadz Salaf

Al-Ustadz Muhammad Assewed
1-Tanya jawab tentang Penyimpangan Surury oleh Ustadz Muhammad Assewed.
Dengarkan Langsung disini Penyimpangan-Al-Ustadz_muhammad-Tanyajawab-ttg-Surury-al-iitishom,-Jakarta-27-05-2006.mp3
1(a)-menjaga ukhuwah dngn keikhlasan 
2-Nasehat untuk para pengikut Sayyid Quthub.
3-Apakah Sistim kerajaan saudi termasuk sunnah? oleh ustadz Muhammad Assewed.
Dengarkan Langsung disini
Apakah-Sistem-Kerajaan-Saudi-Termasuk-Sunnah---Ust-Muhammad-Umar-As-Sewed.mp3
4-Tidak_Diterapkan_Sunnah-Tanya jawab
Dengarkan Langsung Disini
Ustadz_Muhammad_Assewed-Tidak_Diterapkan_Sunnah-Tanya_Jawab.mp3
5-2)Tanya jawab tentang Penyimpangan Surury oleh Ustadz Muhammad Assewed.
Dengarkan Langsung Disini
2-Penyimpangan ustadz_muhammad-Tanya jawab-ttg-Surury-al-iitishom,-Jakarta-27-05-2006.mp3

Sunday, October 20, 2013

Download Audio ”Penyakit yang Akan Mengancam Generasi Muda Kaum Muslimin”

http://tukpencarialhaq.files.wordpress.com/2013/02/bismillahirrohmanirrohim2.gif?w=271&h=75
Berikut ini rekaman Kajian yang di sampaikan oleh Al Ustadz Abu Abdillah Abdurrahman Mubarak Pada Acara Kajian Rutin yang di adakan pada hari Jum’at 12 Rabi’uts Tsani 1434 H yang bertepatan dengan tanggal 22 Februari 2013 di Ma’had Riyadhul Jannah Bojong,Mudah-mudahan bermanfaat dan di persilahkan untuk menyebarkan rekaman kajian tersebut untuk kepentingan Da’wah bukan untuk tujuan komersiI

Friday, October 18, 2013

Do’a/Bacaan yang Shahih Saat Menyerahkan dan Menerima Zakat

zakat2005

 Doa Ketika Berzakat

Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad al-Makassari
 Sebagian ulama menyatakan disunnahkan bagi pemilik zakat untuk berdoa saat menyerahkan zakatnya. Menurut mereka, doanya adalah:
“Allahummaj’alhaa maghnaman walaa taj’alhaa maghraman.” (Ya Allah, jadikanlah zakat ini bermanfaat bagiku dan janganlah engkau menjadikannya sebagai kerugian)
Mereka berdalil dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah rahimahullah. Namun, hadits ini dihukumi sebagai hadits palsu oleh al-Albani dalam Dha’if Sunan Ibni Majah no. 1797 dan Irwa’ al-Ghalil no. 852, karena sumber periwayatannya adalah al-Bakhtari bin ‘Ubaid yang tertuduh pendusta. Wallahu a’lam.

Thursday, October 17, 2013

KUPAS TUNTAS POLIGAMI (Maksud Adil, Izin istri pertama,dll)

Apa yang Dimaksud Adil dalam Poligami?

Oleh: Asy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz
Soal:
Di dalam Al-Quran terdapat ayat tentang poligami yang menyebutkan:
فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja.” (An-Nisaa’: 3)
Juga firman Allah dalam ayat lain:
وَلَنْ تَسْتَطِيعُوا أَنْ تَعْدِلُوا بَيْنَ النِّسَاءِ وَلَوْ حَرَصْتُمْ
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara isteri-isteri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian. ” (An-Nisaa’: 129)
Pada ayat pertama disyaratkan untuk adil di dalam hal menikah lebih dari satu istri dan pada ayat kedua dijelaskan bahwa syarat untuk berbuat adil itu tidak akan mungkin dilakukan. Maka apakah ayat kedua itu menghapus hukum dari ayat pertama yang berarti tidaklah pernikahan itu melainkan hanya dengan satu istri karena syarat adil tidak mungkin bisa dilakukan?
Berilah kami pengetahuan, semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.

Wednesday, October 16, 2013

Doaku Sepanjang Hidupmu..!

Doa orangtua untuk anaknya adalah salah satu doa yang paling didengar Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka semestinya orangtua senantiasa mengalirkan doa kebaikan bagi anak-anaknya. Orangtua juga mesti meneguhkan kesabaran jika menjumpai penyimpangan pada anak-anaknya. Bukan malah mengutuk atau mendoakan kejelekan bagi mereka.

Tuesday, October 15, 2013

Lima Tahapan Kehidupan yang Dialami Manusia

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin
Dinamakan dengan hari akhir karena sudah tidak ada hari lagi sesudahnya dan ini adalah tahapan akhir yang dialami manusia. Dan manusia itu mengalami lima tahapan kehidupan:
Tahapan ketiadaan, kemudian tahapan di alam rahim, kemudian alam dunia, dan kemudian alam barzakh, dan kemudian alam akhirat.

Monday, October 14, 2013

Hanya Kepada Allahlah Kita Beribadah

Tidaklah kita diciptakan kecuali untuk merealisasikan peribadatan hanya kepada Allah Azzawajalla. Begitu juga inti dakwah para Rasul adalah mendakwahkan ummatnya untuk beribadah hanya kepada Allah yang tidak ada sekutu bagi-Nya.

Friday, October 11, 2013

Qurban, Keutamaan dan Hukumnya

Definisi
Al-Imam Al-Jauhari t menukil dari Al-Ashmu’i bahwa ada 4 bacaan pada kata
اضحية
1. Dengan mendhammah hamzah:

أُضْحِيَّةٌ
2. Dengan mengkasrah hamzah:

إِضْحِيَّةٌ
Bentuk jamak untuk kedua kata di atas adalah
أَضَاحِي
boleh dengan mentasydid ya` atau tanpa mentasydidnya (takhfif).
3.
ضَحِيَّةٌ
dengan memfathah huruf dhad, bentuk jamaknya
ضَحَايَا
4.
أَضْحَاةٌ
dan bentuk jamaknya adalah
أَضْحَى

Dari asal kata inilah penamaan hari raya
أَضْحَى
diambil. Dikatakan secara bahasa:

ضَحَّى يُضَحِّي تَضْحِيَةً فَهُوَ مُضَحٍّ
Al-Qadhi t menjelaskan: “Disebut demikian karena pelaksanaan (penyembelihan) adalah pada waktu
ضُحًى
(dhuha) yaitu hari mulai siang.”

Wednesday, October 9, 2013

Bolehkah Berqurban Atas Nama Mayit?

Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Afifuddin
Pertanyaan
Atas nama siapakah berqurban itu disunnahkan?
Asy-Syaikh Ibnul ‘Utsaimin rahimahullahu menjawab: “Disunnahkan dari orang yang masih hidup, bukan dari orang yang telah mati. Oleh sebab itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berqurban atas nama seorangpun yang telah mati. Tidak untuk istrinya, Khadijah radhiyallahu ‘anha, yang paling beliau cintai. Tidak juga untuk Hamzah radhiyallahu ‘anhu, paman yang beliau cintai. Tidak pula untuk putra-putri beliau yang telah wafat semasa hidup beliau, padahal mereka adalah bagian dari beliau. Beliau hanya berqurban atas nama diri dan keluarganya.


Tuesday, October 8, 2013

(Download Audio) Qiro’ah asy Syaikh ‘Abdullah al Bukhari hafizhahullah dan asy Syaikh Khalid azh Zhafiri hafizhahullah

Qiro’ah asy Syaikh ‘Abdullah al Bukhari hafizhahullah dan asy Syaikh Khalid azh Zhafiri hafizhahullah


Rekaman qiro’ah asy Syaikh ‘Abdullah al Bukhari hafizhahullah ketika menjadi imam di Masjid al Anshor Sleman, Dauroh Asatidzah 2009.

Monday, October 7, 2013

[Audio + Transkrip] Nasehat & Sikap Terhadap Kerusuhan Kaum Muslimin di Mesir

egypt conflict copy

Click to download in MP3 format (2.86MB)

 Nasehat Oleh : Ustadz Abu Mu’awiyah Askari hafizhahulloh
(Nasehat ini beliau sampaikan Ba’da Dars AdabulMufrod)
10 Syawal 1434 h / 17 agustus 2013
(Ba’da Magrib – Isya’)

Sumber : salafybpp

Wednesday, October 2, 2013

Download Daurah Tuntunan Ibadah Qurban

Download file kajian Daurah "Tuntunan Praktis Ibadah Qurban" Balikpapan (SABTU - AHAD 22-23 Dzulqa’dah 1434 H/28-29 September 2013) Bersama : Al-Ustadz Abu Muawiyah Askari Hafizhahullah :
Daurah ini terdapat 5 Sesi yang telah kami bagi menjadi 8 File (MP3), hal ini agar lebih mudah pada saat  dowload file. Semoga bermanfaat

Tuesday, October 1, 2013

[Audio] Download, Daurah Slipi-Jakarta Barat dan Bojong-Ma’had Riyadhul Jannah (14 April 2013)

dauroh_slipi_14_April_2013

Bismillah, Berikut ini rekaman Kajian yang di sampaikan oleh Al Ustadz Muhammad Afifuddin As Sidawy dan Al Ustadz Abdurrahman Mubarak  14 April  2013 di Ma’had Riyadhul Jannah Bojong dan di Masjid Al Mujahidin Slipi Jakarta,

Semoga Bermanfaat, Barokallaahu fiikum.

Monday, September 30, 2013

Masya Allah!!! Masjid Kobe Tetap Tegar!

Masjid Kobe di Jepang
Kobe Mosque – Masjid Yang Bertahan dari Bom Atom dan Gempa Dahsyat

Kobe Mosque merupakan masjid pertama di Jepang. Masjid ini dibangun tahun 1928 di Nakayamate Dori, Chuo-ku. Kobe berarti gate of God atau gerbang Tuhan. Tahun 1945, Jepang terlibat perang Dunia Kedua. penyerangan Jepang atas pelabuhan Pearl Harbour di Amerika telah membuat pemerintah Amerika memutuskan untuk menjatuhkan bom atom pertama kali dalam sebuah peperangan.

Friday, September 27, 2013

INILAH AKAR SEJARAH MUNCULNYA PEMIKIRAN ISLAM LIBERAL (JIL/ISLIB)

Akar dan Wajah Pemikiran Islam Liberal

Rimbun Natamarga

Banyak orang menyangka, Jaringan Islam liberal muncul belakangan ini akibat kemunculan kelompok-kelompok Islam fundamentalis di Indonesia. Buktinya, ketika pemerintah Orde Baru masih berkuasa, belum ada Jaringan Islam Liberal. Demikian pula dengan kelompok-kelompok Islam fundamentalis, pada waktu itu belum menjamur atau, katakanlah, belum muncul dan tersebar seperti sekarang ini.

Friday, September 20, 2013

Hadits tentang Penyebab Kusta

Hadits tentang Penyebab Kusta
[Tanggapan atas Pernyataan Ust. Nur Maulana]
oleh:
Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah –hafizhahullah-
(Pengasuh Pesantren Al-Ihsan Gowa)
Seusai membawakan pelajaran Bahasa Arab di Masjid Al-Ihsan, masjid milik pesantren Al-Ihsan Gowa, ada seorang teman bertanya, “Apakah ada hadits yang menjelaskan bahwa berjimak dengan istri di kala haidh akan menyebabkan kusta?”
Pertanyaan ini sangat perlu kami jawab, karena sekarang ini lagi marak diperbincangkan tentang penyakit kusta ini. Pasalnya, ada seorang ustadz yang bernama Nur Maulana mengeluarkan statement (pernyataan) bahwa orang yang berhubungan badan saat istri haidh akan menyebabkan anak yang lahir akan terkena penyakit kusta alias lepra.
Akhirnya, Perhimpunan Mandiri Kusta (PERMATA) mengajukan protes keras terhadap sang ustadz yang selama ini dielu-elukan oleh banyak orang. Mereka menilai bahwa hal itu merupakan diskriminasi[1].
Dengan protes keras itu, Sang Ustadz memberikan tanggapan balik, “Itu ada haditsnya. Aku minta maaf kalau dia tersinggung karena saya harus menyampaikannya”.[2]
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia, KH. Amidhan mengatakan bahwa ia selama ini belum menemukan hadits yang menyebutkan kalau hubungan intim saat menstruasi bisa menimbulkan penyakit kusta!!
Apa yang dinyatakan oleh KH Amidhan memang benar bahwa tak ada hadits yang shohih menjelaskan bahwa orang yang berhubungan di saat haidh akan melahirkan anak yang kusta!!
Kalau ada yang menyatakan bahwa ada haditsnya yang menyatakan hal itu –seperti yang diklaim oleh Ust. Nur Maulana-, maka kami katakan bahwa memang ada haditsnya. Hanya sayang haditsnya adalah hadits yang dho’if  (lemah)!!! Sementara hadits yang lemah bukanlah hujjah yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan aqidah, hukum dan segala urusan agama!!!!
Adapun hadits lemah tersebut, maka hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah -radhiyallahu anhu-, ia berkata, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ وَطِئَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ، فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ، فَأَصَابَهُ جُذَامٌ فَلا يَلُومَنَّ إِلا نَفْسَهُ
“Barangsiapa yang menyetubuhi istrinya, sedang ia haidh, lalu ditetapkan (ditaqdirkan) bagi keduanya seorang anak, lalu si anak itu tertimpa penyakit kusta, maka janganlah ia (suami) mencela, kecuali dirinya sendiri”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Mu'jam Al-Awsath (no. 3300)]
Hadits ini dilemahkan oleh Ahli Hadits Negeri Syam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy di dalam kitabnya As-Silsilah Adh-Dho’ifah, karena beberapa sebab. Diantaranya, karena di dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bermasalah:
  1.  Muhammad bin Abis Sariy, seorang shoduq, hanya saja ia banyak memiliki kesalahan dalam meriwayatkan hadits.
  2. Al-Hasan bin Ash-Sholt tidak ditemukan biografinya.
  3. Bakr bin Sahl Ad-Dimyathiy dinyatakan lemah oleh An-Nasa’iy.[3]
Kesimpulannya, hadits ini lemah dengan tiga alasan ini!! Dari pembahasan tentang derajat hadits ini, maka disini harus kita pahami dan ingat kembali bahwa hadits yang lemah seperti ini tak boleh dijadikan dalil dan hujjah dalam menetapkan sesuatu dalam urusan agama.
Oleh karena itu, kelirulah Ust. Nur Maulana jika ia berhujjah dan berdalil dengan hadits lemah ini dalam menguatkan statement (pernyataan)nya tersebut. Bagaimana pun alasannya, maka tak boleh bagi kita berpegang dengan hadits itu dalam rangka menguatkan suatu perkara, sebab haditsnya lemah!!!
Jika kita ingin mengharamkan masalah berhubungan dengan istri saat haidh, maka cukuplah bagi kita dalam hal ini berdalil dengan ayat dan hadits-hadits yang shohih dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Allah -Ta’ala- berfirman,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ  [البقرة : 222]
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh[4]; dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (QS. Al-Baqoroh : 222)[5]
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda kepada para suami di saat istrinya haidh,
اصنعوا كلَّ شيءٍ إلا النكاحَ
“Lakukanlah segala hal, kecuali berjimak”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/132) dan Muslim dalam Shohih-nya (302)]
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda dalam menjelaskan haramnya mendatangi istri pada duburnya dan haramnya mendatangi tempat haidh (yakni, kemaluan istri) saat ia haidh,
واتقوا الدبُرَ والحيضةَ
“Hindarilah dubur dan tempat haidh”. [HR. At-Tirmidziy (2980) dan Ahmad dalam Al-Musnad (1/297). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adab Az-Zifaf (hal. 31)]
Jadi, cukuplah ayat dan hadits-hadits yang shohih ini bagi kita dalam mengharamkan berhubungan dengan istri di masa haidh, tanpa perlu berpegang dengan hadits lemah, seperti yang dilakukan oleh Ust. Nur Maulana. Sikap si Ustadz ini jelas keliru!!
Hadits lemah seperti ini tak boleh kita sampaikan dalam rangka berhujjah dan berdalil dengannya. Adapun jika disampaikan dalam rangka menjelaskan kelemahannya, maka ini wajib dilakukan oleh orang-orang berilmu, demi menepis adanya sangkaan tentang ke-shohih-an hadits itu, seperti yang kami lakukan disini.
Semoga bermanfaat dan dapat dipahami semua wa shollallahu ala Nabiyyina wa ala alihi wa shohbihi ajma’in[6].

[1] Dalam tulisan ini kami tak akan mengomentari apakah pernyataan itu diskriminasi atau tidak. Yang kami akan jelaskan –insya Allah- tentang dasar dan dalil yang digunakan oleh  Ustadz Nur Maulana.
[2] Lihat detikforum, 21 Mei 2013 M
[3] Lihat Majma’ Az-Zawa’id (4/299) dan Siyar Al-A’lam An-Nubala’ (13/426)
[4] Maksudnya, menyetubuhi wanita di waktu haidh.
[5] Di dalam ayat ini menjelaskan alasan pelarangan, yakni karena haidh itu adalah kotoran dan najis. Ayat ini tak menjelaskan penyakit yang ditimbulkan akibat mendatangi wanita haidh, wallahu a’lam.
[6] Risalah ini kami rampungkan 14 Rajab 1434 H yang bertepatan dengan 24 Mei 2013 M, di rumah kami, Gowa. Semoga Allah memberkahinya

Sumber artikel: pesantren-alihsan.org

Thursday, September 19, 2013

Bagaimana Cara Mengajarkan Perkara Manhajiyah kepada Orang Awam?


Bagaimanakah metode terbaik yang semestinya ditempuh oleh seorang imam salafy dalam mengajarkan agama kepada orang-orang awam, terutama masalah-masalah  manhajiyyah. Misalnya kalau dia hendak mentahdzir awam dari bahaya orang tertentu atau kelompok tertentu.
Cara apakah yang harus ia tempuh untuk mengajarkan hal-hal tersebut. Apalagi keumuman manusia biasanya menjauh dari hal-hal seperti ini (yakni pengajaraan masalah-masalah manhajiyyah)?
Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi rahimahullah menjawab sebagai berikut,

Sesungguhnya wajib atas para pengemban ilmu, baik ‘ulama maupun para penuntut ilmu yang kuat keilmuannya, wajib atas mereka untuk memberikan pengajaran kepada umat, dan menyampaikan risalah Allah kepada mereka, baik di lembaga-lembaga pendidikan, perguruan tinggi, masjid-masjid, perkumpulan (majelis-majelis ilmu), maupun melalui media-media syar’iyyah. Di sana ada media-media yang haram, ada pula media-media yang syar’iyyah. Maka apabila seorang muslim mendapatkan media yang syar’I hendaknya ia gunakan untuk berdakwah ke jalan Allah. Karena ‘ulama itu adalah pewaris para nabi. Sedangkan para nabi itu adalah para penyeru ke jalan Allah Tabaraka wa Ta’ala.          Para nabi tersebut diutus oleh Allah untuk mengajak umat manusia kepada tauhid dan beriman kepada-Nya, serta mengimani hal-hal yang Allah wajibkan untuk diimani, yaitu beriman kepada para rasul, para malaikat, kitab-kitab, surga-neraka dan yang terkait dengannya berupa kebangkitan (dari alam kubur), adzab kubur, melewati ash-shirath, serta lainnya yang berhubungan dengan aqidah dan dakwah.
Dan wajib pula menyampaikan pengajaran secara rinci sesuai dengan kemampuan. Orang-orang awam dipahamkan dengan pengajaran secara rinci sesuai dengan kemampuan. Karena perkara-perkara yang aku sebutkan di atas, merupakan perkara-perkara prinsipil dan besar, tidak bisa tidak. Seseorang tidak bisa menjadi mukmin kecuali dengan perkara-perkara tersebut. Maka hendak dititikberatkan pada (pengajaran) perkara-perkara di atas. Berikutnya pengajaran tentang shalat secara rinci. Sehingga umat mengerti bagaimana cara beribadah kepada Rabb-nya dan bagaimana cara menegakkan rukun Islam yang kedua ini. Karena memang rukun yang pertama adalah syahadatain. Berikutnya pengajaran tentang zakat, shaum, dan haji. Lalu tentang hal-hal yang haram, seperti zina, perbuatan keji, minum khamr, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan cara yang haq (dibenarkan dalam syari’at), dan berbagai perbuatan haram lainnya yang wajib atas seorang mukmin untuk menjauhinya. Tak ketinggalan pula ghibah dan namimah (adu domba) serta dosa-dosa besar lainnya yang telah diperingatkan oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Disebutkan oleh Allah dalam kitab-Nya dan disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Banyak dari dosa-dosa tersebut diketahui oleh umat, baik awamnya maupun kalangan khusus. Namun apabila disampaikan hal-hal tersebut dengan ilmu, mendetail, dan disertai penyebutan dalil-dalilnya, maka itu menambah ilmu dan pengetahuan pada umat, serta semakin mengokohkan sikap takwa dan muraqabah (merasa senantiasa diawasi oleh Allah) di tengah-tengah umat.

Kemudian di tengah-tengah proses pengajaran di atas, apabila ada kebutuhan untuk mentahdzir dari bahaya bid’ah, maka bisa dilakukan tahdzir secara umum. Apabila di sana ada orang yang getol menyebarkan bid’ah dan kesesatan, maka bisa (ditahdzir bid’ah tersebut) dengan disebut bid’ahnya dan dinisbahkan kepada pengucapnya, dibantah dengan ilmu dan hikmah. Bukan untuk menjatuhkan, atau mencela; bukan pula untuk membingungkan umat. Karena maksud-maksud jelek tersebut justru menjadikan amalan ini berubah menjadi maksiat.

Seorang da’i bertaqarrub kepada Allah dengan amalan nasehat dan tahdzir seperti di atas. Dia meniatkannya karena mengharap wajah Allah dan dalam rangka melindungi umat dari bahaya yang mengancam agama mereka dan bisa menjerumuskan mereka dalam kemurkaan Allah, baik di dunia maupun di akhirat. Ini adalah niat yang sangat luhur. Dia meniatkan dengan amalan tersebut wajah Allah, memberikan manfaat kepada manusia, serta menjauhkan umat dari kejelekan dan hal-hal yang membahayakan mereka baik di dunia maupun di akhirat.
Adapun cara dan uslub, maka berbeda antara satu orang (da’i) dengan orang (da’i) lainnya. Untuk setiap kondisi, maka ada yang tepat untuk diterapkan sesuai dengan kondisi tersebut. Orang yang hadir di tempat tentu akan melihat sesuatu yang tidak dilihat oleh orang yang tidak hadir. Beragamnya situasi akan menempa seseorang untuk bisa menentukan bagaimana dia berbicara, dan bagaimana dia menyelesaikan problem-problem yang ada. Sehingga tidak terpaku hanya pada satu cara, atau jumud (monoton) pada satu metode saja yang ia lakukan sepanjang hidupnya, tidak demikian. (Kemampuan itu) semata-mata merupakan pemberian dan karunia dari Allah. Allah memberikan taufiq kepada orang-orang (yang dikehendakinya), yang dengan mereka Allah memberikan manfaat (kepada umat manusia).
Seorang da’i (juru dakwah) ke jalan Allah, baik dia itu sebagai imam masjid atau yang lainnya, dia senantiasa berupaya untuk senantiasa meletakkan di pelupuk matanya (prinsip yang ada dalam firman Allah)
“Serulah (ajaklah) ke jalan Rabb-mu dengan hikmah, dan nasehat yang baik, serta debatilah mereka dengan cara yang lebih baik.”
Ayat ini menggariskan satu sisi penting dalam dakwah ke jalan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Bahkan ayat ini menggariskan prinsip-prinsip penting dalam dakwah ke jalan Allah Tabaraka wa Ta’ala. Seorang muslim hendaknya meletakkannya di pelupuk matanya. Dengan prinsip tersebut dia mengatasi berbagai problem, memberikan faidah kepada umat, dan mengantarkan mereka kepada agama Allah yang benar. Ini yang bisa aku jelaskan menjawab pertanyaan di atas.
(Fatawa Fadhilatusy Syaikh Rabi’ I/218)
http://dammajhabibah.net/2013/09/15/bagaimana-cara-mengajarkan-perkara-manhajiyah-kepada-orang-awam/
 

Tuesday, September 17, 2013

Hakekat Konflik Yang Terjadi Di Mesir

asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah

Muqaddimah
Banyak kalangan yang prihatin dengan kondisi di Mesir. Karena mereka melihat bahwa Presiden Muhammad Mursi, yang berasal dari partai yang berlabelkan Islam dan disebut-sebut sebagai tokoh yang memperjuangkan Islam, ternyata dikudeta oleh pihak militer. Tentu saja pembahasan tentang sebab-sebab dan alasan kudeta tersebut merupakan pembahasan rumit dan sangat terkait dengan situasi politik dalam negeri Mesir.
Namun terlepas dari itu, kita perlu tahu siapa sebenarnya Muhammad Mursi ini? Apakah benar dia seorang tokoh yang memang hendak memperjuangkan Islam? Benarkah berbagai aksi demo pembelaan terhadap Mursi ini berarti pembelaan terhadap Islam? Dan apakah benar dengan dilengserkannya Mursi berarti dilengserkannya Islam?
Seorang muslim dituntut untuk bersikap berdasarkan ilmu, yaitu ilmu yang benar berdasarkan al-Kitab dan as-Sunnah dengan manhaj salaful ummah. Sehingga segala sikap dan peniliannya berdasarkan prinsip tersebut. Bukan semata-mata karena emosi, semangat, perasaan, atau “yang penting Islam.”
Maka perlu kita mendengar bagaimana penjelasan para ‘ulama ahlus sunnah dalam masalah ini. Yaitu ‘ulama yang benar-benar berjalan di atas al-Kitab dan as-Sunnah dengan manhaj salaful ummah.
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, mari kita ikuti penjelasan salah seorang ‘ulama ahlus sunnah dari Madinah asy-Syaikh Muhammad bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah. Beliau dikenal sebagai ‘ulama yang banyak mengetahui seluk-beluk ‘pergerakan-pergerakan Islam’. Kami terjemahkan penjelasan beliau ini dengan terjemahan bebas dan dengan sedikit diringkas. Juga kami lengkapi dengan catatan kaki pada beberapa kalimat yang membutuhkan penjelasan, untuk membantu pembaca memahaminya. Semoga bisa memberikan pencerahan kepada kita semua.
_____________

Pertanyaan : Ada sebagian pihak yang mengatakan, bahwa keberhasilan Ikhwanul Muslimin (IM) mencapai tampuk kepemimpinan [1] adalah seperti kemenangan kaum muslimin dalam perang Badr, dan tatkala IM lengser adalah seperti kekalahan kaum muslimin dalam perang Uhud. Sebagian pihak lagi mengatakan, bahwa ini adalah perang antara Islam lawan kekufuran.
Jawab : Kejadian (di Mesir) ini kami dengar sebagaimana anda mendengarnya. Namun berapa dari hukum (syari’at) Islam yang mereka (IM) terapkan? Sungguh demi Allah,
Pertama: Aku sebelum ini justru berangan-angan kalau IM (di Mesir) bisa menjalankan kekuasaannya selama 4 tahun! Dengan itu tidak ada lagi alasan sama sekali setelahnya. Yakni agar semua pihak menyaksikan apa yang mereka terapkan dari hukum-hukum Islam ini. [2]
Kedua: Perintah Allah yang pasti terlaksana dan kehendak-Nya pasti mengalahkan (segala kehendak makluk). Tidak ada yang bisa menolak keputusan dan hukum-Nya. Subhanahu wa Ta’ala. [3]
Ketiga: IM telah menjalankan kekuasaannya selama 1 tahun di mesir. Lihat apa yang mereka perbuat? [4]
Keempat: ____ (suara terputus) nashrani
Kelima: Sebelum memegang kekuasaan, sudah mengatakan bahwa hukum potong tangan dan hukum cambuk bukan bagian dari syari’at Islam! Itu hanyalah perkara ijtihadiyah!! Pernyataan ini ada dan terekam. Ini dinyatakan sebelum menang dalam pemilu. … maka bagaimana bisa kemenangan IM ini diserupakan dengan kemenangan pada perang Badr?
Kesimpulannya, mereka itu adalah para penyeru demokrasi sejak awal.
Bahkan aku sendiri mendengar dia mengatakan, bahwa hukum itu adalah milik rakyat, bersumber dari rakyat juga, bukan (milik /dari) Allah.
Di mana itu ayat
{إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ أَمَرَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاه} [يوسف: 40]
“Tidak ada hukum kecuali milik Allah. Dia memerintahkan agar kalian tidak beribadah kecuali kepada-Nya.” (Yusuf : 40) Yang mereka selama ini  menghujat kita (ahlus sunnah) [5], dan mereka mengkafirkan kaum muslimin karena tidak menerapkan ayat ini dalam penilaian mereka. [6]

Keenam: Jalan (cara) yang kalian buat (untuk bisa naik ke kursi kekuasaan), maka kalian terjatuh melalui jalan (cara) itu pula. Jalan (cara) yang kalian buat (untuk bisa naik ke kursi) adalah kalian menuntut/menyuarakan pembebasan (negeri Mesir), yang di antaranya sampai Yusuf al-Qaradhawi datang dan menyerukan itu di mimbar Jum’at! Dengan itu kalian (IM) berhasil naik ke kursi.  Maka sekarang pun kalian (IM) jatuh dengan cara yang sama, yaitu adanya tuntutan pembebasan (negeri Mesir) dari rakyat.

Ketujuh: Mereka sendiri menyatakan, bahwa kebebasan rakyat tidak boleh dibatasi. Sementara demo yang terjadi sekarang merupakan tuntutan kebebasan rakyat. Dalam undang-undang dinyatakan rakyat tidak boleh dibatasi kebebasannya. Maka mereka bebas menyatakan kemauannya. Kalian (IM) menuntut keinginan kalian. Namun kini mereka berhasil mengalahkan kalian. Maka, bukankah “hukum adalah milik rakyat”.?!

Kedelapan: Sebagaimana dikatakan dalam sebuah bait syair,
أعلمه الرماية كل يوم … فلما اشتد ساعده رماني
وكم علمتُه نظم القوافي … فلما قال قافية هجاني
“Aku ajari dia memanah setiap hari, namun ketika dia kuat tangannya dan sudah mahir memanah justru dia (balik) memanahku.
Sudah berapa banyak aku mengajarinya (cara) pembuatan syair, namun ketika dia telah bersyair, justru dia  menghujatku (dengan syair itu)”
(Asy-Syaikh Muhammad bin Hadi melanjutkan): Sejak awal aku sudah katakan, bahwa IM akan meneguk dari gelas yang darinya Husni Mubaraki meneguk, bahkan lebih jelek lagi. [7]
رَأَيْتَ بَنِي الدُّنْيَا إِذَا مَا سَمَوْا بِهَا … هَوَتْ بِهِمُ الدُّنْيَا عَلَى قَدْرِ مَا سَمَوْا
Engkau lihat ahli dunia ketika dia berhasil tinggi (popular, terkenal, kaya, dll) dengan dunianya,
Maka dunia itu akan membuat dia terpelanting sesuai dengan ketinggian yang ia raih
Mereka menghendaki sesuatu, namun Allah Subhanahu wa Ta’ala
{يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُور} [غافر: 19]
“mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.”  (Ghafir : 19)
Kesembilan: Pemerintahan-pemerintahan yang ada ini – kata mereka (IM) – semuanya  adalah antek-antek Amerika, Yahudi, dan Israel. Namun anehnya, begitu memegang tampuk kekuasaan, IM langsung memperbaruhi dan menguatkan perjanjian persahabatan dan kerjasama dengan Yahudi!! Amerika-lah yang sejak awal menekan mereka. Maka tidaklah Mursi naik ke kursi kekuasaan kecuali setelah Amerika yakin bahwa pemerintahan Mursi tidak akan mengubah perjanjian damai dengan Israel!! Bagaimana pemerintahan-pemerintahan yang ada dinyatakan kafir, sementara yang memperbaruhi perjanjian tidak kafir?! Kami tidak mengkafirkan, (Ini berdasarkan kaedah mereka sendiri). Bagaimana Husni Mubarak, Anwar Sadat dinyatakan kafir karena mereka berdamai dengan Yahudi. Sementara yang memperbaruhi, mengokohkan dan memprogandakan perjanjian tersebut tidak dinyatakan kafir?
Partai sekuler di Turki tidak membuat perjanjian dengan Yahudi. Namun ketika Najmudin Erbankan (IM) naik, malah membuat perjanjian persekutuan militer dengan Yahudi!! Dan masih terus berlaku! Ketika pemerintahan IM berhasil digulingkan, maka perjanjian persekutuan militer tersebut langsung dihentikan.
Wahai saudaraku…
Aku tahu, sebenarnya sebagian saudara-saudara kita tidak suka dengan pembicaraan seperti ini. Karena ini membuka kejelekan-kejelekan. Padahal IM sebenarnya sudah sangat jelas berbagai penyimpangannya. Namun banyak dari umat ini yang lalai, seakan mereka tidak mengikutinya sebagaimana kami mengikutinya. Maka janganlah menyikapinya berdasarkan perasaan semata. Mungkin mereka menyaksikan itu semua (pernyimpangan-penyimpangan IM), namun mereka lupa. Maka umat ini perlu adanya orang-orang (para da’i) yang mengingatkan penyimpangan-penyimpangan yang muncul dari IM.

Sepuluh: Selalu meneriakkan “hukum, hukum, hukum”. Namun tatkala memegang tampuk, apa yang mereka (IM) perbuat? Apakah mereka melakukan perubahan. Apakah hukum Islam menjadi satu-satunya sumber hukum? Tidak!
Tatkala IM “berhasil” di Tunisia, apa yang terjadi? “Hilangkan Islam sebagai sumber hukum”. Islam tahakkum tidak ada pada mereka. Yang ada pada mereka adalah Islam hukum.
Tahukah kalian apa itu Islam hukum? Apa bedanya dengan Islam tahakkum?
Sebenarnya hukum yang mereka maukan adalah bahwa Ikhwanul Muslimin-lah yang meletakkan hukum (kebijakan).[8]
Sementara tahakkum adalah diterapkannya Islam. Maka Islam apakah yang mereka terapkan? Sama sekali mereka tidak menerapkan Islam!! Sampai-sampai seorang perempuan kafir heran terhadap mereka (IM). Karena memang mereka seolah mengangkat syiar Islam. Padahal mereka sama sekali tidak menerapkan Islam. Namun mereka memperjuangkan Islam hukum. Apa itu? Yaitu mengejar kursi!
Oleh karena itu, ketika terjadi konflik ini, salah seorang di antara mereka mengatakan, “Jatuhnya Mursi ini sebanding dengan Kesyirikan kepada Allah!” ya, dengan lafazh ini.
Wahai saudara-saudaraku,
Sekarang kalian tahu apa itu Islam hukum dan Islam tahakkum. Islam tahakkum adalah penerepan Islam secara hakiki, ini tidak mereka maukan. Karena ini berarti ‘menzhalimi kebebasan manusia’. Oleh karena ini, di Tunisia kedai-kedai minuman keras dan bar semakin menjamur!! Sampai-sampai seorang wanita kafir spanyol terheran-terheran dengan fenomena tersebut!
Adapun Islam hukum, adalah IM sampai ke kursi!! Sehingga merekapun berjuang mewujudkan Islam hukum, bukan Islam tahakkum.
Demi Allah, kalau sampai mereka memerintah kalian di negeri ini niscaya kalian melihat pemandangan yang lebih jelek dari sekarang. Aku memohon kepada Allah agar tidak mendatangkan orang-orang seperti mereka menguasai negeri ini!  Na’udzubillah min dzalik. Janganlah kalian tertipu dengan mereka (IM). Wajib atas kita semua untuk bahu membahu saling bergandengan tangan dengan pemerintah dan para ‘ulama ahlus sunnah yang ada. …
Semoga Allah menjauhkan dari kita berbagai fitnah, yang tampak maupun yang tersembunyi.
* * *
Kaum wanita tidak boleh masuk dalam urusan seperti ini. “Ada seorang wanita yang terbunuh di Iskandariyah, maka kaum wanita terpaksa keluar berdemo”, katanya. Ini tidak boleh. Jika ada orang-orang yang dizhalim terbunuh, maka Allah yang akan membela mereka. Adapun kalian kaum wanita ikut-ikutan berdemo, maka ini sesuatu yang bukan urusan/tugas kalian.
Allah Jalla wa ‘Ala berfirman kepada para isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam  – maka lebih-lebih wanita yang di bawah mereka kemuliaan dan keutamaannya – “Tinggallah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian berhias dengan cara berhias jahiliyah dulu.”
Seorang wanita itu aurat, apabila dia keluar maka akan diintai oleh syaithan, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka bagaimana wanita keluar untuk sesuatu yang bukan urusannya, dan justru malah meninggalkan urusan (tugas/kewajiban)nya, yaitu urusan rumahnya, anak-anaknya, suaminya.
* * *
Namun Ikhwanul Muslimin tidak mengerti ini semua. Karena mereka tidak tahu kecuali “Islam hukum“, adapun “Islam tahakkum” maka mereka tidak mengakuinya, mereka mengingkarinya.  Mereka hanya tahu “Islam hukum“, yaitu mengejar kursi. Ini yang mereka perjuangkan. Sampai-sampai kalian dengar berbagai omongan dusta, “bahwa Nabi-lah yang mengangkat Mursi.”, dan banyak kedustaan lainnya.
Maka sungguh mengagumkanku pernyataan Muhammad Hamid al-Faqi, “Mereka itu adalah khawwanul muslimin (para pengkhianat kaum muslimin)”
download suara
_____________

Penutup
Dari penjelasan asy-Syaikh Muhammad bin Hadi hafizhahullah di atas, nyatalah kepada kita semua siapakah hakekat Muhammad Mursi sebenarnya, dan secara lebih umum lagi siapa dan bagaimana sepak terjang Ikhwanul Muslimin, khususnya di Mesir kali ini. Sehingga jelaslah kepada kita, bahwa konflik di Mesir, baik pihak yang dikudeta maupun pihak yang mengkudeta bukanlah pihak yang mewakili Islam dan sama-sama tidak memperjuangkan Islam. Konflik Mesir ini merupakan fitnah dan musibah.
Sehingga kaum muslimin secara umum, dan di Mesir secara khusus, sikap mereka yang benar adalah sebagaimana yang dinasehatkan oleh al-’Allamah asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah adalah menghindar dan menjauh dari fitnah ini. Nasehat beliau ini merupakan nasehat emas yang bersumber dari dalil-dalil al-Kitab dan as-Sunnah serta tauladan dari as-Salafush Shalih.
Adapun ikut berkomentar tanpa ilmu, ikut bereaksi, ikut berdemo, maka itu bukanlah sikap yang benar, dan sama sekali tidak memberikan penyelesaian. Bahkan sebaliknya, sikap tersebut justru memperkeruh suasana. Semakin demo digencarkan, maka semakin kekerasan yang timbul bahkan pertumpahan darah. Akan semakin banyak korban berjatuhan. Kasus terakhir kejadian rabiah adawiyyah dan nahdhah kemarin, yang disebutkan 2200 jiwa melayang!! Allahul Musta’an. Janganlah kita terpedaya dengan pidato berapi-api dari “para tokoh Islam”, yang terus memberikan semangat kepada kaum muslimin untuk “berjihad”. Padahal hakekatnya para tokoh tersebut sangat tidak sayang kepada kaum muslimin, tidak menyadari betapa mahal dan berharganya darah seorang muslimin. Hati-hati dan waspadalah wahai saudaraku, dari paham khawarij yang sangat berbahaya!! Sejarah membuktikan, tidaklah paham tersebut kecuali memang berujung pada pedang dan pertumpahan darah!!
Apabila kita menyaksikan sepak terjang Ikhwanul Muslimin, sejak dulu, baik di Mesir dan di negeri-negeri lainnya, tampak jelas kepada kita bahwa mereka tidak menegakkan dinul Islam dengan sebenarnya. Dan inilah salah satu sebab terbesar kegagalan mereka di berbagai tempat. Karena di antara sebab kekuasaan dan kekokohan adalah menegakkan agama ini dengan sebenarnya.

[1]  Yaitu dengan berhasilnya Muhammad Mursi meraih kursi Presiden di Mesir.
[2]  Hal sebagaimana disaksikan oleh sejarah, baik di Sudan, Turki, Tunisia, dll, tatkala Ikhwanul Muslimin berhasil meraih kemenangan dalam politik, maka pada kenyataannya justru mereka tidak menerapkan syari’at/hukum Islam yang selama ini mereka teriakkan.
[3]  Yakni apa yang disampaikan oleh Syaikh di sini adalah berdasarkan prinsip dan manhaj Ikhwanul Muslimin yang memang banyak penyimpangan padanya, dan berdasarkan fakta sejarah. Bukan hendak mendahului taqdir Allah.
[4] Yaitu di Mesir. Apakah benar mereka menerapkan syari’at Islam ataukah tidak?
[5]  Yakni para ‘ulama ahlus sunnah mereka anggap tidak konsekuen dengan ayat ini.
[6]  Ini merupakan prinsip paham khawarij sejak awal kemunculan mereka. Dengan prinsip ini mereka mengkafirkan pihak-pihak yang mereka nilai tidak berhukum dengan hukum Allah. Termasuk pemerintah-pemerintah muslimin hari ini.
[7]  Yakni perjalanan IM tidak akan jauh berbeda dengan perjalanan Husni Mubarak. Disebabkan karena IM tidak mau berpegang kepada Islam yang benar, yaitu al-Kitab dan as-Sunnah berdasarkan pemahaman Salaful Ummah.
[8]  Yaitu slogan yang selama ini mereka teriakkan adalah “hukum Islam, hukum Islam.”  Seolah mereka menginginkan diterapkannya hukum Islam di muka bumi. Padahal hakekatnya tidak demikian. Karena fakta menunjukkan tatkala mereka berhasil meraih tampuk kepemimpinan, baik di parlemen maupun kepresidenan, ternyata mereka sama sekali tidak menerapkan hukum Islam. Jadi slogan “hukum Islam” yang mereka teriakkan hakekatnya tidak lebih sebagai alat atau kendaraan agar mereka bisa sampai ke kursi kekuasaan.

Sumber artikel: salafy.or.id

Tuesday, September 10, 2013

(LENGKAP) “WAKAF DALAM ISLAM” : Definisi/Arti Wakaf, Dasar Hukum Wakaf, Syarat & Rukun Wakaf, Pahala Wakaf, Keutamaan/Keistimewaan Wakaf, Macam-macam Wakaf, Wakaf Tunai, Wakaf Uang, Wakaf Al-Qur’an, Wakaf Orang yang Terlilit Utang, Lafadz (Ikrar) untuk Mengungkapkan Wakaf, Kapan Seseorang Telah Teranggap Mewakafkan Hartanya?

(LENGKAP) “WAKAF DALAM ISLAM” : Definisi/Arti Wakaf, Dasar Hukum Wakaf, Syarat & Rukun Wakaf, Pahala Wakaf, Keutamaan/Keistimewaan Wakaf, Wakaf Tunai, Wakaf Al-Qur’an, Wakaf Orang yang Terlilit Utang, Lafadz (Ikrar) untuk Mengungkapkan Wakaf, Kapan Seseorang Telah Teranggap Mewakafkan Hartanya?

(ditulis oleh: Al-Ustadz Saifuddin Zuhri, Lc.)
Majalah AsySyariah Edisi 075

Memahami Definisi Wakaf

Wakaf secara bahasa bermakna الْحَبْسُ yang artinya tertahan. Adapun secara istilah syariat, sebagian ulama menyebutkan bahwa wakaf adalah:
تَحْبِيْسُ الْأَصْلِ وَتَسْبِيْلُ اْلمَنْفَعَةِ
“Menahan suatu benda dan membebaskan/mengalirkan manfaatnya.”
Maksud dari definisi di atas adalah sebagai berikut.
1. Menahan adalah kebalikan dari membebaskan. Dengan demikian, menahan bendanya berarti menahan atau membekukan benda dari berbagai bentuk kepemilikan.
2. Yang dimaksud dengan benda dalam definisi di atas adalah segala sesuatu yang bisa diambil manfaatnya, dengan mempertahankan bendanya (tidak habis/hilang bendanya setelah diambil manfaatnya). Contohnya, rumah, pohon, tanah, mobil, dan semisalnya.
Asy-Syaikh Abdullah al-Bassam Rahimahullah mengatakan, “Benda yang hilang/habis zatnya setelah dimanfaatkan disebut sebagai sedekah, bukan wakaf.” (Taudhihul Ahkam)
3. Kalimat “membebaskan manfaatnya” ialah untuk membedakan antara wakaf dengan gadai dan yang semisalnya. Gadai, meskipun memiliki kesamaan dalam hal menahan bendanya, namun memiliki perbedaan dalam hal tidak diambil manfaatnya.
4. Manfaat yang dimaksud dalam definisi di atas adalah penggunaan dan hasil dari benda tersebut, seperti hasil panen, uang yang dihasilkan dari pemanfaatannya sebagai tempat tinggal, dan yang semisalnya. Oleh karena itu, hibah tidak masuk dalam definisi ini. Hibah adalah pemberian bendanya, sedangkan wakaf hanyalah mengambil manfaat atau hasil dari harta tersebut.
Contohnya, seseorang mewakafkan rumahnya untuk orang-orang miskin. Harta yang berupa rumah tersebut ditahan sehingga tidak dijual, diberikan, atau diwariskan. Manfaatnya diberikan untuk orang miskin secara mutlak. Siapa saja yang tergolong orang miskin berhak untuk memanfaatkannya. (Lihat al-Mughni, Minhajus Salikin, asy-Syarhul Mumti’, dan Mulakhas al-Fiqhi)

Dasar Hukum Wakaf

Disyariatkannya wakaf di antaranya ditunjukkan oleh dalil-dalil sebagai berikut.
1. Dalil dari al-Qur’an
Secara umum wakaf ditunjukkan oleh firman AllahTa’ala :
“Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali ‘Imran: 92)
Begitu pula ditunjukkan oleh firman-Nya:
“Apa saja harta yang baik yang kalian infakkan, niscaya kalian akan diberi pahalanya dengan cukup dan kalian sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan).” (al-Baqarah: 272)
2. Dalil dari al-Hadits
Asy-Syaikh Muhammad ibn Shalih al-’Utsaimin Rahimahullah mengatakan, “Yang menjadi pijakan dalam masalah ini (wakaf) adalah bahwasanya Amirul Mukminin Umar bin al-Khaththab Radhiyallaahu ‘anhu memiliki tanah di Khaibar. Tanah tersebut adalah harta paling berharga yang beliau miliki. Beliau pun datang menemui Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam  untuk meminta pendapat beliau Shallallaahu ‘alaihi Wasallam   tentang apa yang seharusnya dilakukan (dengan tanah tersebut)—karena para sahabat g adalah orang-orang yang senantiasa menginfakkan harta yang paling mereka sukai. Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam   memberikan petunjuk kepada beliau untuk mewakafkannya dan mengatakan,
إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا، وَتَصَدَقْتَ بِهَا
“Jika engkau mau, engkau tahan harta tersebut dan engkau sedekahkan hasilnya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Ini adalah wakaf pertama dalam Islam. Cara seperti ini tidak dikenal di masa jahiliah.” (Lihat asy-Syarhul Mumti’)
Disyariatkannya wakaf juga ditunjukkan oleh hadits:
إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ اِنْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ إِلاّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالحِ يَدْعُوْ لَهُ
“Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputus darinya amalnya kecuali dari tiga hal (yaitu): dari sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, al-Imam an-Nawawi t berkata terkait dengan hadits ini, “Di dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan tentang benar/sahnya wakaf dan besarnya pahalanya.” (al-Minhaj, Syarh Shahih Muslim)
3. Ijma’
Disyariatkannya wakaf ini juga ditunjukkan oleh ijma’, sebagaimana diisyaratkan oleh al-Imam at-Tirmidzi t ketika menjelaskan hadits Umar Radhiyallaahu ‘anhu tentang wakaf.
Beliau berkata, “Ini adalah hadits hasan sahih. Para ulama dari kalangan para sahabat Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam   dan yang lainnya telah mengamalkan hadits ini. Di samping itu, kami tidak menjumpai adanya perbedaan pendapat di kalangan orang-orang yang terdahulu di antara mereka tentang dibolehkannya mewakafkan tanah dan yang lainnya.” (Jami’ al-Imam at-Tirmidzi)
Wallahu a’lam.

Kapan Seseorang Telah Teranggap Mewakafkan Hartanya?

Wakaf akan terjadi atau teranggap sah dengan salah satu dari dua cara berikut.
1. Ucapan yang menunjukkan wakaf, seperti, “Saya wakafkan bangunan ini,” atau, “Saya jadikan tempat ini sebagai masjid.”
2. Perbuatan yang menunjukkan wakaf, seperti menjadikan rumahnya sebagai masjid dengan cara mengizinkan kaum muslimin secara umum untuk shalat di dalamnya; atau menjadikan tanahnya menjadi permakaman dan membolehkan setiap orang mengubur jenazah di tempat tersebut.
Ketika seseorang membangun masjid dan mengatakan kepada orang-orang secara umum (disertai niat berwakaf), “Shalatlah di tempat ini!”, berarti dia telah mewakafkan tempat tersebut meskipun dia tidak mengucapkan, “Saya wakafkan tempat ini untuk masjid.”
Jika yang ia inginkan dari perbuatan tersebut sekadar meminjamkan tempat yang dia bangun untuk shalat, dia harus menulis bahwa tempat tersebut hanya dipinjamkan, sewaktu-waktu dibutuhkan akan diambil kembali. Jadi, jika seseorang membangun tempat shalat di kebunnya dan suatu saat ada orang yang shalat di tempat tersebut, tempat tersebut tidak teranggap sebagai wakaf untuk masjid.
Begitu pula ketika seseorang memagar tanahnya dan mengatakan, “Barang siapa yang ingin memakamkan jenazah silakan memakamkannya di tempat ini.” Perbuatan tersebut menunjukkan wakaf meskipun dia tidak menulis di pintu masuk kebunnya bahwa kebun tersebut adalah permakaman. (Lihat asy-Syarhul Mumti’ dan Mulakhash Fiqhi)

Keistimewaan Wakaf

Di antara keistimewaan wakaf dibandingkan dengan sedekah dan hibah adalah dua hal berikut ini.
1. Terus-menerusnya pahala yang akan mengalir. Ini adalah tujuan wakaf dilihat dari sisi wakif (yang mewakafkan).
2. Terus-menerusnya manfaat dalam berbagai jenis kebaikan dan tidak terputus dengan sebab berpindahnya kepemilikan. Ini adalah tujuan wakaf dilihat dari kemanfaatannya bagi kaum muslimin.
 Jadi, dalam hal ini wakaf memiliki kelebihan dari sedekah lainnya dari sisi terus-menerusnya manfaat. Bisa jadi, seseorang menginfakkan hartanya untuk fakir miskin yang membutuhkan dan akan habis setelah digunakan. Suatu saat dia pun akan mengeluarkan hartanya lagi untuk membantu orang miskin tersebut. Bisa jadi pula, akan datang fakir miskin yang lainnya, namun pulang tanpa mendapatkan apa yang diinginkannya.
Adalah kebaikan dan manfaat yang besar bagi masyarakat ketika ada yang mewakafkan hartanya dan hasilnya diberikan untuk fakir miskin. Bendanya tetap ada, namun manfaatnya terus dirasakan oleh yang membutuhkan.
Di antara keistimewaan wakaf adalah terus-menerusnya manfaat hingga generasi yang akan datang tanpa mengurangi hak atau merugikan generasi sebelumnya. Demikian pula, wakif akan mendapat pahala yang terus-menerus dan berlipat-lipat.
Oleh karena itu, kita dapatkan para sahabat adalah orang-orang yang sangat bersemangat mewakafkan hartanya. Kita bisa melihat bagaimana sahabat Umar bin al-Khaththab z, sebagaimana dalam hadits yang sudah disebutkan. Beliau memiliki tanah yang sangat bernilai bagi beliau karena hasil dan manfaatnya yang begitu besar. Namun, beliau menginginkan harta itu untuk akhiratnya.
Beliau menghadap Nabi Shallallaahu ‘alaihi Wasallam untuk meminta petunjuk tentang hal tersebut. NabiShallallaahu ‘alaihi Wasallam menyarankan agar Umar menyedekahkannya. Sedekah tanpa dijual, ditukar, atau dipindah, yaitu dengan memanfaatkan tanah tersebut dan hasilnya disedekahkan untuk fakir miskin dan yang lainnya, sedangkan tanahnya ditahan. Tanah itu tidak bisa diambil lagi oleh pemiliknya, tidak boleh dibagikan untuk ahli warisnya, serta tidak boleh dijual dan dihibahkan.
Termasuk wakaf yang dilakukan oleh para sahabat adalah apa yang disebutkan oleh sahabat Utsman bin ‘Affan z berikut. Ketika NabiShallallaahu ‘alaihi Wasallam datang di kota Madinah dan tidak menjumpai air yang enak rasanya selain air sumur yang dinamai Rumah, beliau Shallallaahu ‘alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ يَشْتَرِي بِئْرَ رُومَةَ فَيَجْعَلَ دَلْوَهُ مَعَ دِلَاءِ الْمُسْلِمِينَ بِخَيْرٍ لَهُ مِنْهَا فِي الْجَنَّةِ. فَاشْتَرَيْتُهَا مِنْ صُلْبِ مَالِي
“Tidaklah orang yang mau membeli sumur Rumah kemudian dia menjadikan embernya bersama ember kaum muslimin (yaitu menjadikannya sebagai wakaf dan dia tetap bisa mengambil air darinya) itu akan mendapat balasan lebih baik dari sumber tersebut di surga.” Utsman mengatakan, “Aku pun membelinya dari harta pribadiku.” (HR. at-Tirmidzi dan dinyatakan hasan oleh asy-Syaikh al-Albani)
Bahkan, sahabat Jabir Radhiyallaahu ‘anhu sebagaimana dinukilkan dalam kitab al-Mughni mengatakan,
لَمْ يَكُنْ أَحَدٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ n ذُوْ مَقْدَرَةٍ إِلاَّ وَقَفَ
“Tidak ada seorang pun di antara para sahabat Nabi yang memiliki kemampuan (untuk berwakaf) melainkan dia akan mengeluarkan hartanya untuk wakaf.”
Sebelumnya, tentu saja adalah panutan umat, Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam. Beliau adalah suri teladan dalam seluruh kebaikan, termasuk wakaf. Sahabat ‘Amr ibn al-Harits z mengatakan,
مَا تَرَكَ رَسُولُ اللَّهِ n عِنْدَ مَوْتِهِ دِرْهَمًا وَلاَ دِينَارًا وَلاَ عَبْدًا وَلاَ أَمَةً وَلاَ شَيْئًا إِلاَّ بَغْلَتَهُ الْبَيْضَاءَ وَسِلاَحَهُ وَأَرْضًا جَعَلَهَا صَدَقَةً
“Setelah RasulullahShallallaahu ‘alaihi Wasallam wafat, beliau tidak meninggalkan dirham, dinar, dan budak lelaki atau perempuan. Beliau hanya meninggalkan seekor bighal (yang diberi nama) al-Baidha’, senjata, dan tanah yang telah beliau jadikan sebagai sedekah.” (HR. al-Bukhari)
Al-Imam Ibnu Hajar t dalam Fathul Bari menjelaskan riwayat ini, “Beliau Shallallaahu ‘alaihi Wasallam menyedekahkan manfaat dari tanahnya. Hukumnya adalah hukum wakaf.”
Kaum muslimin yang bersemangat mencontoh Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi Wasallam dan menginginkan keutamaan yang besar, tidak akan menyia-nyiakan pintu kebaikan yang berupa wakaf ini, baik wakaf yang ditujukan sebagai tempat ibadah maupun yang lainnya, berupa kegiatan pendidikan, dakwah, dan sosial. Dengan izin Allah l, hal ini akan menjadi kebaikan yang besar bagi kaum muslimin dan menjadi sebab baiknya kehidupan sebuah masyarakat.
Sungguh, betapa besar manfaatnya bagi kaum muslimin ketika muncul orang-orang yang mewakafkan hartanya untuk mendirikan pondok pesantren atau tempat pendidikan yang mengajarkan hafalan al-Qur’an kepada anak-anak kaum muslimin, tajwid, dan mempelajari kandungannya.
Begitu pula ketika orang-orang mewakafkan hartanya untuk operasional belajar-mengajar di pondok-pondok pesantren dan membantu memenuhi kebutuhan para pengajar. Tidak mustahil, nantinya akan bermunculan ma’had-ma’had yang tidak lagi memungut biaya bagi yang belajar di sana.
Termasuk kebaikan yang sangat besar adalah adanya orang yang mau mewakafkan hartanya untuk tempat tinggal para penuntut ilmu dan membiayai kebutuhan mereka sehingga lebih tekun dalam menuntut ilmu dan mengajarkannya. Demikian pula, adanya orang yang mengeluarkan hartanya untuk mencetak kitab-kitab dan mewakafkannya kepada para penuntut ilmu.
Sangat diharapkan juga adanya orang yang mewakafkan hartanya dan hasilnya disalurkan kepada orang-orang yang membutuhkan dana dari kalangan fakir miskin atau untuk membiayai pengobatan orang-orang yang tertimpa musibah dan yang semisalnya.
Begitu pula, diharapkan ada orang yang mewakafkan hartanya untuk membuat sumber air/sumur, jalan umum, sarana transportasi, permakaman, dan fasilitas umum lainnya.
Seandainya orang-orang yang memiliki kemampuan mau mewakafkan hartanya, dengan izin Allah Subhaanahu Wa Ta’ala, semua ini akan menjadi suatu kebaikan dan manfaat yang besar bagi kaum muslimin, serta bagi berlangsungnya kegiatan dakwah, pendidikan. Hal ini juga akan membantu perekonomian masyarakat, di samping berbagai manfaat lainnya.

Syarat dan Rukun Wakaf

Al-Imam an-Nawawi Rahimahullah menyebutkan dalam kitab beliau Raudhatuth Thalibin bahwa rukun wakaf ada empat, yaitu:
1. Al-waqif (orang yang mewakafkan),
2. Al-mauquf (harta yang diwakafkan),
3. Al-mauquf ‘alaih (pihak yang dituju dari wakaf tersebut), dan
4. Shighah (lafadz dari yang mewakafkan).
Adapun penjelasan dari keempat rukun tersebut sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab para ulama di antaranya adalah sebagai berikut.

Al-Waqif (Orang yang Mewakafkan)

Disyaratkan agar wakif adalah:
a. Orang yang berakal dan dewasa pemikirannya (rasyid).
Oleh karena itu, jika ada orang gila yang mengatakan, “Aku wakafkan rumahku”, wakafnya tidak sah.
b. Sudah berusia baligh dan bisa bertransaksi.
Jika ada anak kecil yang belum baligh meskipun sudah mumayyiz mengatakan, “Aku wakafkan rumahku untuk penuntut ilmu”, wakafnya tidak sah.
c. Orang yang merdeka (bukan budak).
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan menyebutkan dalam Mulakhas Fiqhi, “Disyaratkan bagi orang yang wakaf, ia adalah orang yang transaksinya diterima (bisa menggunakan harta), yaitu dalam keadaan sudah baligh, merdeka, dan dewasa pemikirannya (rasyid). Maka dari itu, tidak sah wakaf yang dilakukan oleh anak yang masih kecil, orang yang idiot, dan budak.” (al-Mulakhash)
Asy-Syaikh al-‘Utsaimin t menegaskan, “Seandainya dia adalah seorang yang baligh, berakal namun dungu yaitu tidak bisa menggunakan hartanya (karena tidak normal berpikirnya), tidak sah wakafnya karena dia tidak bisa menggunakan hartanya. Oleh karena itu, sebagaimana tidak sah ketika dia menjual hartanya maka sedekah dia dengan hartanya lebih pantas untuk tidak diperbolehkan.” (asy-Syarhul Mumti’)

Wakaf Orang yang Terlilit Utang

Apakah disyaratkan orang yang wakaf adalah orang yang tidak terlilit utang yang bisa menyita seluruh hartanya?
Dalam hal ini ada khilaf di antara ulama. Asy-Syaikh al-‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan, “Yang benar dalam masalah ini, tidak sah sedekahnya, karena orang yang terlilit utang yang akan menyita seluruh hartanya adalah orang yang sedang tersibukkan dengan utang. Sementara itu, membayar utang hukumnya adalah wajib sedangkan bersedekah hukumnya adalah sunnah. Maka tidak mungkin kita menggugurkan yang wajib karena amalan yang sunnah.” (asy-Syarhul Mumti’)

Al-Mauquf (Harta yang Diwakafkan)

Berdasarkan jenis benda yang diwakafkan, maka wakaf terbagi menjadi tiga macam:
a. Wakaf berupa benda yang diam/tidak bergerak, seperti tanah, rumah, toko, dan semisalnya. Telah sepakat para ulama tentang disyariatkannya wakaf jenis ini.
b. Wakaf benda yang bisa dipindah/bergerak, seperti mobil, hewan, dan semisalnya. Termasuk dalil yang menunjukkan bolehnya wakaf jenis ini adalah hadits:
وَأَمَّا خَالِدٌ فَقَدْ احْتَبَسَ أَدْرَاعَهُ وَأَعْتُدَهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
“Adapun Khalid maka dia telah mewakafkan baju besinya dan pedang (atau kuda)-nya di jalan Allah Ta’ala.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin Rahimahullah berkata, “Hewan termasuk benda yang bisa dimanfaatkan. Kalau berupa hewan tunggangan maka bisa dinaiki dan kalau berupa hewan yang bisa diambil susunya maka bisa dimanfaatkan susunya.”
c. Wakaf berupa uang.
Tentang wakaf ini, asy-Syaikh Muhammad al-‘Utsaimin t mengatakan, “Yang benar adalah boleh mewakafkan uang untuk dipinjamkan bagi yang membutuhkan. Tidak mengapa ini dilakukan dan tidak ada dalil yang melarang. Semua ini dalam rangka menyampaikan kebaikan untuk orang lain.” (Lihat Majalah al-Buhuts al-Islamiyyah edisi 77, Taudhihul Ahkam, dan asy-Syarhul Mumti’)
Wakaf uang dengan maksud seperti ini juga disebutkan kebolehannya dalam Fatwa al-Lajnah ad-Daimah no. 1202.
Di antara hal yang juga harus diperhatikan dari harta yang akan diwakafkan adalah:
1. Harta tersebut telah diketahui dan ditentukan bendanya.
Sesuatu yang diwakafkan adalah sesuatu yang sudah jelas dan ditetapkan. Bukan sesuatu yang belum jelas bendanya, karena kalau demikian, tidak sah wakafnya. Misalnya, Anda mengatakan, “Saya wakafkan salah satu rumah saya.”
Wakaf seperti ini tidak sah karena rumah yang dia wakafkan belum ditentukan, kecuali kalau mewakafkan sesuatu yang belum ditentukan namun dari benda yang sama jenis dan keadaannya. Pendapat yang benar dalam masalah ini adalah jika keadaan benda tersebut sama, wakafnya sah. Contohnya, seseorang memiliki dua rumah yang sama dari segala sisinya. Kemudian dia mengatakan, “Saya wakafkan salah satu rumah saya kepada fulan.” Yang demikian ini tidak mengapa….” (Lihat asy-Syarhul Mumti’)
2. Benda tersebut adalah milik yang mewakafkan.
Tidak boleh mewakafkan harta yang sedang dijadikan jaminan/digadaikan kepada pihak lain. (Lihat Fatwa al-Lajnah ad-Daimah no. 17196)
3. Harta yang diwakafkan adalah benda yang bisa diperjualbelikan dan bisa terus dimanfaatkan dengan tetap masih ada wujud bendanya.
Hal ini bukan berarti harta yang telah diwakafkan boleh diperjualbelikan. Bahkan, para ulama dalam al-Lajnah ad-Daimah sebagaimana pada fatwa no. 8376, 19300, dan yang lainnya menyebutkan bahwasanya tidak diperbolehkan atau diharamkan menjual buku atau kitab yang diwakafkan. Seseorang yang mengambilnya harus memanfaatkannya atau dia berikan kepada orang yang akan memanfaatkannya. Tidak boleh baginya untuk menukarnya dengan uang atau buku lainnya kecuali kalau dengan buku lainnya yang juga telah diwakafkan.
Namun yang dimaksud dari poin yang ketiga ini adalah bahwa benda yang hendak diwakafkan adalah sesuatu yang jenisnya bisa diperjualbelikan.
Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin t berkata, “Adapun sesuatu yang tidak ada manfaatnya, tidak sah wakafnya, sebagaimana tidak sah untuk diperjualbelikan. Apa faedahnya dari sesuatu yang diwakafkan namun tidak ada manfaatnya? Seperti seseorang yang mewakafkan keledai yang sudah sangat tua. Maka wakaf tersebut tidak ada manfaatnya karena tidak bisa ditunggangi dan tidak bisa dimanfaatkan untuk membawa beban, bahkan akan merugikan karena harus memberi makan hewan tersebut….” (asy-Syarhul Mumti’)
Sebagian ulama menerangkan bahwa harta yang diwakafkan haruslah benda yang manfaatnya harus terus-menerus. Berdasarkan pendapat ini, jika harta yang diwakafkan berupa sesuatu yang manfaatnya terbatas waktunya, wakafnya tidak sah.
Misalnya, seseorang menyewa rumah untuk jangka waktu sepuluh tahun. Selanjutnya dia mewakafkan rumah tersebut pada seseorang. Dalam hal ini, wakafnya tidak sah karena manfaatnya tidak terus-menerus, tetapi hanya selama waktu sewa saja. Di sisi lain, rumah tersebut adalah rumah sewaan dan tidak dimiliki oleh yang menyewa. Jadi, si penyewa hanya memiliki manfaat dan tidak memiliki bendanya.
Di samping itu, sebagian ulama juga menerangkan bahwa harta yang tidak mungkin untuk dimanfaatkan melainkan dengan menghabiskan bendanya (seperti makanan, red.) maka tidak sah wakafnya. Di antara dalil yang disebutkan oleh para ulama tentang hal ini adalah hadits:
إِنْ شِئْتَ حَبَسْتَ أَصْلَهَا
“Jika engkau mau, engkau tahan harta tersebut.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hadits ini menunjukkan bahwa wakaf tidak bisa melainkan untuk aset yang bisa ditahan bendanya.
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan hafizhahullah ketika menjelaskan tentang syarat sahnya wakaf, menyebutkan, “(Disyaratkan) agar aset/benda yang diwakafkan adalah sesuatu yang bisa dimanfaatkan dengan pemanfaatan yang terus-menerus dan tetap/masih ada bendanya. Karena itu, tidak sah wakaf dari harta yang akan lenyap setelah dimanfaatkan, seperti makanan….” (al-Mulakhas)

Al-Mauquf ‘alaih (Pihak yang Dituju/Dimaksud dari Wakaf)

Dipandang dari sisi pemanfaatannya, maka wakaf terbagi menjadi dua:
1. Wakaf yang sifatnya tertuju pada keluarga (individu).
Orang yang mewakafkan menginginkan agar manfaatnya diberikan kepada orang-orang yang dia ingin berbuat baik kepadanya dari kalangan kerabatnya. Tidak diragukan lagi bahwa wakaf ini termasuk kewajiban yang terkandung dalam keumuman ayat yang memerintahkan berbuat baik kepada kerabat.
2. Wakaf untuk amalan-amalan kebaikan.
Wakaf ini diarahkan untuk kemaslahatan masyarakat di suatu negeri. Inilah jenis wakaf yang paling banyak dilakukan, seperti untuk masjid, madrasah, dan semisalnya. (Lihat Majalah al-Buhuts al-Islamiyyah edisi 77)
Pembagian wakaf di atas—wallahu a’lam—ditunjukkan dalam hadits:
فَتَصَدَّقَ بهَا عُمَرُ فِي الفُقَرَاءِ، وَفِي القُرْبَى، وَفِي الرِّقَابِ، وَفِي سَبيلِ اللهِ، وَابْنِ السَّبِيْلِ، وَالضَّيْفِ
“Maka bersedekahlah Umar dengannya (tanah di Khaibar) yang manfaatnya diperuntukkan kepada fakir miskin, kerabat, memerdekakan budak, jihad, musafir yang kehabisan bekal, dan tamu.” (HR. al-Bukhari-Muslim)
Perlu diketahui pula bahwa wakaf pada dasarnya dimaksudkan untuk berbuat kebaikan dan mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, karena seorang yang mewakafkan hartanya menginginkannya sebagai amalan yang tidak ada hentinya setelah wafatnya. Orang yang mewakafkan hartanya tentunya menginginkan dirinya akan terus memperoleh pahala sampaipun telah meninggal dunia.
Dibangun di atas alasan ini, maka seseorang tidak diperbolehkan untuk mewakafkan sesuatu dalam perkara yang diharamkan. Misalnya, mewakafkan untuk sebagian anaknya saja dan tidak pada sebagian yang lainnya. Seperti mengatakan, “Harta ini saya wakafkan untuk anak laki-laki saya si fulan, atau untuk anak perempuan saya si fulanah tanpa untuk yang lainnya.”
Hal ini menunjukkan dia melebihkan salah satu anaknya dalam pemberian dari yang lainnya dan ini adalah perbuatan yang diharamkan. Sebagaimana telah dimaklumi, tidak mungkin untuk mendekatkan diri pada Allah l dengan perbuatan kemaksiatan. (Lihat Fatwa al-Lajnah no. 255, 17, 4412)
Asy-Syaikh as-Sa’di t berkata sebagaimana dinukil oleh penulis kitab Taudhihul Ahkam, “Disyaratkannya untuk kebaikan dan untuk mendekatkan diri kepada Allah l pada amalan wakaf menunjukkan bahwa wakaf untuk sebagian ahli waris tanpa untuk sebagian lainnya adalah haram dan tidak sah.”
Al-Imam Ibnul Qayyim t berkata, “Wakaf yang berupa bangunan yang dikeramatkan, adalah harta yang tidak ada pemiliknya, maka diarahkan penggunaannya untuk kepentingan kaum muslimin. Hal ini karena wakaf tidak sah kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah l serta dalam bentuk ketaatan kepada Allah l dan Rasul-Nya. Oleh karena itu, tidaklah sah wakaf untuk pembangunan tempat yang dikeramatkan. Begitu pula kuburan yang diberi lampu di atasnya, yang diagungkan, atau yang dituju dalam bernazar atau dalam menjalankan ibadah haji serta diibadahi selain Allah l dan dijadikan sesembahan selain Allah l. Ini semua adalah perkara yang tidak ada satu pun yang menyelisihinya dari kalangan para ulama dan orang-orang yang mengikuti jalan mereka.” (Lihat Zadul Ma’ad jilid 3)

Termasuk Syarat yang Batil

Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan Hafizhahullah berkata, “(Termasuk dari syarat sahnya wakaf adalah) agar wakaf tersebut untuk suatu kebaikan karena maksud dari wakaf adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala. Misalnya, wakaf untuk masjid, jembatan, fakir miskin, sumber air, buku-buku agama, dan kerabat. Tidak sah wakaf untuk selain kebaikan, seperti wakaf untuk tempat-tempat ibadah orang kafir, buku-buku ahlul bid’ah, wakaf untuk kuburan yang dikeramatkan dengan memberi lampu di atasnya atau dengan diberi wewangian, atau wakaf untuk penjaganya, karena semua itu merupakan bentuk membantu kemaksiatan dan syirik, serta kekufuran.

Lafadz (Ikrar) untuk Mengungkapkan Wakaf

Adapun lafadz yang dengannya wakaf akan teranggap sah, para ulama membaginya menjadi dua bagian:
1. Lafadz yang sharih, yaitu lafadz yang dengan jelas menunjukkan wakaf dan tidak mengandung makna lain.
2. Lafadz kinayah, yaitu lafadz yang mengandung makna wakaf meskipun tidak secara langsung dan memiliki makna lainnya, namun dengan tanda-tanda yang mengiringinya menjadi bermakna wakaf.
Untuk lafadz yang pertama, maka cukup dengan diucapkannya akan berlaku hukum wakaf. Adapun lafadz yang kedua ketika diucapkan akan berlaku hukum wakaf jika diiringi dengan niat wakaf atau lafadz lain yang dengan jelas menunjukkan makna wakaf. (Lihat asy-Syarhul Mumti’)
Para ulama telah sepakat bahwasanya yang harus ada adalah lafadz dari yang mewakafkan. Jadi, wakaf adalah akad yang sah dengan datang dari satu arah. Adapun lafadz penerimaan (qabul) dari yang dituju dari wakaf tersebut tidak menjadi rukunnya. (Lihat Majalah al-Buhuts al-Islamiyyah edisi 77)
Sumber:
http://asysyariah.com/dasar-hukum-wakaf.html
http://asysyariah.com/syarat-dan-rukun-wakaf.html

About us