Labels

Friday, September 20, 2013

Hadits tentang Penyebab Kusta

Hadits tentang Penyebab Kusta
[Tanggapan atas Pernyataan Ust. Nur Maulana]
oleh:
Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah –hafizhahullah-
(Pengasuh Pesantren Al-Ihsan Gowa)
Seusai membawakan pelajaran Bahasa Arab di Masjid Al-Ihsan, masjid milik pesantren Al-Ihsan Gowa, ada seorang teman bertanya, “Apakah ada hadits yang menjelaskan bahwa berjimak dengan istri di kala haidh akan menyebabkan kusta?”
Pertanyaan ini sangat perlu kami jawab, karena sekarang ini lagi marak diperbincangkan tentang penyakit kusta ini. Pasalnya, ada seorang ustadz yang bernama Nur Maulana mengeluarkan statement (pernyataan) bahwa orang yang berhubungan badan saat istri haidh akan menyebabkan anak yang lahir akan terkena penyakit kusta alias lepra.
Akhirnya, Perhimpunan Mandiri Kusta (PERMATA) mengajukan protes keras terhadap sang ustadz yang selama ini dielu-elukan oleh banyak orang. Mereka menilai bahwa hal itu merupakan diskriminasi[1].
Dengan protes keras itu, Sang Ustadz memberikan tanggapan balik, “Itu ada haditsnya. Aku minta maaf kalau dia tersinggung karena saya harus menyampaikannya”.[2]
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia, KH. Amidhan mengatakan bahwa ia selama ini belum menemukan hadits yang menyebutkan kalau hubungan intim saat menstruasi bisa menimbulkan penyakit kusta!!
Apa yang dinyatakan oleh KH Amidhan memang benar bahwa tak ada hadits yang shohih menjelaskan bahwa orang yang berhubungan di saat haidh akan melahirkan anak yang kusta!!
Kalau ada yang menyatakan bahwa ada haditsnya yang menyatakan hal itu –seperti yang diklaim oleh Ust. Nur Maulana-, maka kami katakan bahwa memang ada haditsnya. Hanya sayang haditsnya adalah hadits yang dho’if  (lemah)!!! Sementara hadits yang lemah bukanlah hujjah yang dapat dijadikan dasar dalam menetapkan aqidah, hukum dan segala urusan agama!!!!
Adapun hadits lemah tersebut, maka hadits ini diriwayatkan oleh Abu Hurairah -radhiyallahu anhu-, ia berkata, Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,
مَنْ وَطِئَ امْرَأَتَهُ وَهِيَ حَائِضٌ، فَقُضِيَ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ، فَأَصَابَهُ جُذَامٌ فَلا يَلُومَنَّ إِلا نَفْسَهُ
“Barangsiapa yang menyetubuhi istrinya, sedang ia haidh, lalu ditetapkan (ditaqdirkan) bagi keduanya seorang anak, lalu si anak itu tertimpa penyakit kusta, maka janganlah ia (suami) mencela, kecuali dirinya sendiri”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Mu'jam Al-Awsath (no. 3300)]
Hadits ini dilemahkan oleh Ahli Hadits Negeri Syam, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy di dalam kitabnya As-Silsilah Adh-Dho’ifah, karena beberapa sebab. Diantaranya, karena di dalam sanadnya terdapat seorang rawi yang bermasalah:
  1.  Muhammad bin Abis Sariy, seorang shoduq, hanya saja ia banyak memiliki kesalahan dalam meriwayatkan hadits.
  2. Al-Hasan bin Ash-Sholt tidak ditemukan biografinya.
  3. Bakr bin Sahl Ad-Dimyathiy dinyatakan lemah oleh An-Nasa’iy.[3]
Kesimpulannya, hadits ini lemah dengan tiga alasan ini!! Dari pembahasan tentang derajat hadits ini, maka disini harus kita pahami dan ingat kembali bahwa hadits yang lemah seperti ini tak boleh dijadikan dalil dan hujjah dalam menetapkan sesuatu dalam urusan agama.
Oleh karena itu, kelirulah Ust. Nur Maulana jika ia berhujjah dan berdalil dengan hadits lemah ini dalam menguatkan statement (pernyataan)nya tersebut. Bagaimana pun alasannya, maka tak boleh bagi kita berpegang dengan hadits itu dalam rangka menguatkan suatu perkara, sebab haditsnya lemah!!!
Jika kita ingin mengharamkan masalah berhubungan dengan istri saat haidh, maka cukuplah bagi kita dalam hal ini berdalil dengan ayat dan hadits-hadits yang shohih dari Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam-.
Allah -Ta’ala- berfirman,
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ  [البقرة : 222]
“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah, “Haidh itu adalah suatu kotoran”. Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh[4]; dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepada kalian. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri”. (QS. Al-Baqoroh : 222)[5]
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda kepada para suami di saat istrinya haidh,
اصنعوا كلَّ شيءٍ إلا النكاحَ
“Lakukanlah segala hal, kecuali berjimak”. [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/132) dan Muslim dalam Shohih-nya (302)]
Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda dalam menjelaskan haramnya mendatangi istri pada duburnya dan haramnya mendatangi tempat haidh (yakni, kemaluan istri) saat ia haidh,
واتقوا الدبُرَ والحيضةَ
“Hindarilah dubur dan tempat haidh”. [HR. At-Tirmidziy (2980) dan Ahmad dalam Al-Musnad (1/297). Hadits ini di-hasan-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Adab Az-Zifaf (hal. 31)]
Jadi, cukuplah ayat dan hadits-hadits yang shohih ini bagi kita dalam mengharamkan berhubungan dengan istri di masa haidh, tanpa perlu berpegang dengan hadits lemah, seperti yang dilakukan oleh Ust. Nur Maulana. Sikap si Ustadz ini jelas keliru!!
Hadits lemah seperti ini tak boleh kita sampaikan dalam rangka berhujjah dan berdalil dengannya. Adapun jika disampaikan dalam rangka menjelaskan kelemahannya, maka ini wajib dilakukan oleh orang-orang berilmu, demi menepis adanya sangkaan tentang ke-shohih-an hadits itu, seperti yang kami lakukan disini.
Semoga bermanfaat dan dapat dipahami semua wa shollallahu ala Nabiyyina wa ala alihi wa shohbihi ajma’in[6].

[1] Dalam tulisan ini kami tak akan mengomentari apakah pernyataan itu diskriminasi atau tidak. Yang kami akan jelaskan –insya Allah- tentang dasar dan dalil yang digunakan oleh  Ustadz Nur Maulana.
[2] Lihat detikforum, 21 Mei 2013 M
[3] Lihat Majma’ Az-Zawa’id (4/299) dan Siyar Al-A’lam An-Nubala’ (13/426)
[4] Maksudnya, menyetubuhi wanita di waktu haidh.
[5] Di dalam ayat ini menjelaskan alasan pelarangan, yakni karena haidh itu adalah kotoran dan najis. Ayat ini tak menjelaskan penyakit yang ditimbulkan akibat mendatangi wanita haidh, wallahu a’lam.
[6] Risalah ini kami rampungkan 14 Rajab 1434 H yang bertepatan dengan 24 Mei 2013 M, di rumah kami, Gowa. Semoga Allah memberkahinya

Sumber artikel: pesantren-alihsan.org

About us