Labels

Tuesday, May 3, 2011

Bergetarkah Hati kita?



Pernahkah kita merasakan qolbu bergetar tatkala membaca Al-Qur’an? Kemudian kulit kita merinding, rambut-rambut halus di sekujur tubuh berdiri, suara tiba-tiba menjadi serak, lalu air mata meleleh dan dada terasa lapang setelahnya? Betapa nikmatnya ketika kita dapat merasakannya, baik saat shalat maupun membaca Al-Qur’an di luar shalat. Mengapa perasaan seperti itu tidak datang setiap waktu? Apakah situasi seperti secara mutlak mawaahib dimana kita tidak dapat mengusahakannya, atau sesuatu yang makaasib dimana dapat kita rekayasa untuk menghadirkannya?
 
            Mengapa pada suatu saat hati dapat bergetar ketika dibacakan ayat-Nya, kulit merinding, qolbu menjadi luluh untuk kemudian mengingat Allah,..... tetapi pada waktu yang lain tidak? Sedangkan telinga yang digunakan untuk mendengarkan adalah telinga yang sama, lidah yang kita pakai untuk membaca juga lidah yang sama, dan hati yang digunakan untuk memahami adalah hati yang sama? Bahkan ayat yang kita dengarkan juga ayat yang sama? Tetapi mengapa atsarnya berbeda-beda?
            Al-Qur’an adalah Kalamullah yang menyimpan kekuatan potensial untuk menggerakannya. Kekuatan potensial itu akan nyata ketika bertemu dengan qolbu yang hidup, yang kondusif untuk itu. Jika bertemu dengan qolbu yang kehilangan daya hidup, apalagi yang mati, maka potensi kekuatan untuk menggerakkan tersebut tetap bersifat potensial, tapi tidak menjadi nyata. Allah membuat permisalan, seandainya gunung (batu) yang kuat dan keras itu dikaruniai akal dan nalar, maka akan tunduk dan terpecah-belah ketika mendengarkan Al-Qur’an, karena takut kepada Allah; takut tidak dapat memenuhi hak-Nya dan khawatir kurang dalam mengagungkan-Nya.

Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran Ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (Al-Hasyr: 21)
Hal itu mengandung celaan kepada manusia yang dikaruniai qolbu, akal, pikiran, perasaan dan dapat membedakan yang haqq dari yang bathil, tetapi tidak tergerak ketika mendengarkan Kalam-Nya.

Yang bergetar, Yang Penuh Iman
Ada beberapa faktor yang berpengaruh secara bersamaan, sehingga menghasilkan situasi yang pada suatu saat berbeda dengan saat yang lain. Kalam-Nya yang mulia tidak berubah, tetapi lidah yang membacanya, telinga yang mendengarkannya dan hati yang memahaminya berada pada situasi yang berubah-ubah. Qolbu yang hidup adalah yang bersemayam di dalamnya iman yang kuat, keimanan yang menggerakannya untuk melakukan ketaatan kepada-Nya, dia melakukannya hanya karena-Nya, dengan meneladani Nabi-Nya, yakin terhadap janji-Nya dan takut kepada kemurkaan adzab-Nya. Qobu yang seperti ini akan mendengarkan apa yang memberikan manfaat dan meninggalkan apa yang mendatangkan kerusakan. Lisannya digerakan hanya untuk perkara yang mendatangkan kebaikan dan meninggalkan apa yang mengakibatkan keburukan baginya.
            Setiap kebaikan yang dikerjakan dan pencegahan keburukan yang dilakukan oleh telinga dan lidahnya adalah tambahan bagi kekuatan iman yang telah bersemayam di dalam qolbunya. Begitulah, sehingga kebaikan bertambah-tambah dan kehidupan qolbu terus menyubur. Qolbu, telinga dan lidah yang berada pada kondisi seperti itulah yang ketika lidahnya memperdengarkan kalam-Nya, telinganya mendengarkan lantunan ayat-Nya, kemudian qolbu memhaminya, maka akan hadir situasi yang seperti digambarkan dalam firman-Nya:
“Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepara Robbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan qolbu mereka mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya pemberi petunjuk.” (Az-Zumar: 23)
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanannya” (Al-Anfaal: 2)
            Sesungguhnya, jika semua faktor yng mempengaruhi datangnya situasi itu terus ada, tidak mengalami degradasi, sensasi qolbu yang bergetar tatkala mendengarkan lantunan kalam-Nya juga akan terus berulang. Hati yang hidup itu akan menghasilkan produknya. Jika ada kemungkinan di luar itu, hanya jika qolbu mengalami kebosanan, jenuh. Tetapi Al-Qur’an yang diturunkan dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya, menjamin terciptanya situasi akan terus berulang dalam suasana berbeda-beda ketika ayat-ayat Al-Qur’an itu terus dibaca.
            Qolbu Yang Sakit Ketika Mendengar Al-Qur’an
            Jika qolbu yang mendengarkan berbagai ayat yang menggugah tersebut beku (qolbu yang sama sekali mati, hati orang-orang kafir), hati tersebut samasekali tak terpengaruh dan tidak tergetar meski yang membacakannya seorang Nabi. Dikarenakan pada hati yang mayyit(mati) ada segelnya, sehingga seruan itu tidak dapat masuk, betapapun menggugahnya. Hati yang seperti ini terbungkus ron(kerak) akibat pengingkarannya kepada Allah, ayat-ayat-Nya, dan hari pertemuan dengan-Nya. Hati yang terkunci mati dan tersegel rapat. Wal’iyadzu billah.
            Ada pula jenis qolbu yang yang tidak mati, tetapi juga tidak dalam keadaan sehat dan hidup seperti hati orang-orang yang benar keimanannya, yakni hati yang sedang sakit atau qolbun maridh. Seruan Al-Qur’an tidak mampu menggugah dan menggerakannya, karena qolbu tidak memiliki daya hidup yang cukup untuk merespon seruan yang menghidupkan tersebut. Kuat lemahnya pengaruh yang ditimbulkan tergantung seberapa parah sakit yang menderanya.
            Jika kondisi ini segera disadari, dan dilakukan terapi dengan taubat, secara berangsur hati akan kembali membaik. Musibahnya, jika dibiarkan saja maka akan terjadi degradasi iman yang tidak terbendung. Jika sudah begitu, tatkala membaca Al-Qur’an kemudian menemukan ayat janji, syaithan pun dengan mudah mengelabuinya. Seakan janji-janji itu untuk dirinya sedangkan ancaman yang ada untuk orang lain. Ketika mendapati sifat-sifat jannah dan penghuninya seolah dirinyalah yang dimaksud. Sebaliknya ketika mendapati ayat-ayat tentang neraka dan ahlinya, maka orang lain yang dimaksud, sedangkan dirinya selamat dari hal itu. Wal-‘iyaadzu billah.

Di copy dari: ibnushafar

About us