- Untuk menghidupkan ruh ukhuwah diantara para peserta tarbiyah secara khusus dan kaum muslimin pada umumnya.
- Agar peserta tarbiyah memahami pentingnya ukhuwah dalam da'wah dan perjuangan Islam.
- Agar peserta tarbiyah mengetahui faktor-faktor yang menguatkan ukhuwah dan menerapkannya dalam kehidupan mereka.
- Agar peserta tarbiyah mengetahui faktor-faktor yang dapat merusak ukhuwah dan berusaha untuk menjauhinya.
Muqaddimah
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus dengan bebrapa tujuan besar. Diantara
tujuan diutusnya beliau adalah untuk memenangkan Islam. Allah Subhanahu wa
Ta’ala berfirman :
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ
رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ
وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
“Dia-lah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk
dan agama yang benar agar dimenangkannya di atas segala agama meskipun orang-orang
musyrik membenci.” (QS. 9:33, 61:9)
Memperjuangkan
Islam hingga mencapai kemenangannya dan mengungguli semua agama yang ada
tentulah membutuhkan kekuatan dan diantara bentuk kekuatan yang dibutuhkan
selain kekuatan iman adalah kekuatan rijal dalam jumlah dan kualitas
serta kekuatan persaudaraan dan persatuan diantara mereka.
Bangsa Arab –
yang di tengah-tengah mereka diutus Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –
sebelum Islam menjadi agama mereka adalah bangsa yang tidak pernah
diperhitungkan dan dikhawatirkan ancamannya oleh bangsa-bangsa lain di masa
itu. Itu disebabkan karena bangsa Arab adalah bangsa yang berpecah belah yang
disibukkan dengan peperangan dan permusuhan diantara mereka yang menyebabkan
lemahnya mereka.
Setelah Islam
mewarnai kehidupan mereka tiba-tiba mereka menjadi bangsa yang kuat.
Surat-surat yang dikirimkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada raja-raja
besar di zaman itu pada awalnya mengagetkan mereka, bagaimana mungkin bangsa
yang lemah mengajak mereka untuk mengikuti agamanya dan tunduk kepada
pemimpinnya? Mereka tidak menyangka bahwa bangsa Arab yang telah memeluk Islam
kini menjadi bangsa yang kuat dengan iman mereka dan dengan ukhuwah serta
persatuan diantara mereka hingga pada gilirannya pusat-pusat kekuasaan besar di
dunia ketika itu – Persia di timur dan Romawi di barat – tumbang dan jatuh ke tangan kaum muslimin.
Negeri Persia dikuasai kaum
muslimin di zaman kekhalifahan Umar bin Khattab r.a dan Konstantinopel ibu kota kerajaan Romawi jatuh ke tangan kaum
Muslimin pada abad ke 8 Hijriyah di tangan Muhammad Al Fatih. Allah Subhanahu
wa Ta’ala berfirman :
وَأَطِيعُوا اللَّهَ
وَرَسُولَهُ وَلَا تَنَازَعُوا فَتَفْشَلُوا وَتَذْهَبَ رِيحُكُمْ وَاصْبِرُوا
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Dan ta'atlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu
dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. 8:46)
Ukhuwah Islamiyah
1.
Asas Ukhuwah
Dasar dari
ukhuwah adalah keimanan sebab ikatan persaudaraan yang paling kuat adalah yang
diikat oleh iman, dia bahkan lebih kuat dari persaudaraan yang diikat oleh
darah dan nasab (QS. 49:10). Iman akan sempurna jika dibangun di atas saling
mencintai karena Allah, dengan demikian ukhuwah yang kuat adlaah ukhuwah yang
didasari atas saling mencintai karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا
تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا
أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا
السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
“Kalian tidak
akan masuk surga sampai kalian beriman dan tidak akan sempurna iman kalian
sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang
jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai ? Sebarkanlah salam diantara
kalian.” (HR. Muslim)
2.
Keutuman ukhuwah dan mahabbah fillah
o
Syarat sempurnanya iman. Dari Anas bin Malik r.a
bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى
يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidak sempurna keimanan salah seorang dari kalian sampai dia
mencintai untuk saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
o
Mendapatkan cinta Allah.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
عَنْ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ رَجُلًا زَارَ أَخًا لَهُ فِي
قَرْيَةٍ أُخْرَى فَأَرْصَدَ اللَّهُ عَلَى مَدْرَجَتِهِ مَلَكًا فَقَالَ لَهُ
أَيْنَ تَذْهَبُ قَالَ أَزُورُ أَخًا لِي فِي اللَّهِ فِي قَرْيَةِ كَذَا وَكَذَا
قَالَ هَلْ لَهُ عَلَيْكَ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا قَالَ لَا وَلَكِنَّنِي
أَحْبَبْتُهُ فِي اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ قَالَ فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ
أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ فِيهِ
Dari Abu
Hurairah r.a dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya seorang
laki-laki menziarahi saudaranya di kampung lain lalu Allah mengutus seorang
malaikat untuk mengikutinya di jalannya. Ketika malaikat itu mendatanginya dia
berakata : “Mau kemana engkau?” Orang itu menjawab : “Saya ingin menziarahi
saudaraku fillah di kampung fulan.” Malaikat berkata : “Apakah karena satu
kebaikan yang ingin kau balas?” Orang itu berkata : “Tidak, akan tetapi aku
mencintainya karena Allah Azza wa Jalla.” Malaikat berkata : “Sesungguhnya aku
adalah utusan Allah kepadamu untuk
menyampaikan bahwasanya Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintai
saudaramu karenaNya.” (HR. Ahmad dan Muslim)
o
Berada di atas mimbar-mimbar cahaya yang
diinginkan oleh para Nabi dan syuhada. Dari Mu’adz bin Jabal r.a bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Allah ‘Azza wa Jalla
berfirman :
الْمُتَحَابُّونَ فِي جَلَالِي
لَهُمْ مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ يَغْبِطُهُمْ النَّبِيُّونَ وَالشُّهَدَاءُ
“Orang yang saling mencintai dalam keagunganKu bagi mereka
mimbar-mimbar (tempat-tempat yang tinggi) dari cahaya. Para Nabi dan para
syuhada sangat menginginkan (keadaan seperti) mereka.” (HR. Tirmidzi dan
dishahihkan oleh Al Albani)
o
Mendapat naungan Allah di hari kiamat.
Dari Abu
Hurairah r.a bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
إِنَّ
اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلَالِي
الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلِّي
“Sesungguhnya Allah berfirman pad hari kiamat : Mana orang yang
saling mencintai karena keagunganKu? Pada hari ini Aku akan menaungi mereka
dengan naunganKu di hari yang tidak ada
naungan kecuali naunganKu.” (HR. Muslim)
Juga hadits
tentang 7 golongan yang mendapakan naungan Allah pada hari kiamat yang salah
satunya adalah “dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka bertemu
karena Allah dan berpisah karena Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
o
Ikatan iman yang paling kuat. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَوْثَقُ
عُرَى الإِيمَانِ الْمُوَالاةُ فِي اللَّهِ، وَالْمُعَادَاةُ فِي اللَّهِ،
وَالْحُبُّ فِي اللَّهِ، وَالْبُغْضُ فِي اللَّهِ.
“Ikatan iman
yang paling kuat adalah saling memberikan loyalitas karena Allah dan saling
membenci karena Allah dan cinta karena Allah dan benci karena Allah.” (HR.
Thabrani dan dihasankan oleh Al Albani)
3.
Tahapan – tahapan dalam merajut ukhuwah yang kuat
Untuk
melahirkan ukhuwah yang kuat diperlukan langkah-langkah berikut: dimulai dengan
perkenalan dari perkenalan akan terjadi interaksi dan pergaulan. Sering
berinteraksi akan melahirkan saling memahami akan karakter dan sifat
masing-masing sehingga masing-masing berinteraksi dengan saudaranya dengan
memperhatikan karakter dan sifat yang terdapat pada diri saudaranya tersebut.
Pergaulan dan muamalah hasanah akan melahirkan ta-aluf (ikatan hati) dan jika
hati telah dekat dan bersatu akan melahirkan kerjasama dan saling menolong
bahkan sampai pada tingkat rela berkorban untuk saudaranya.
4.
Tingkatan-tingkatan ukhuwah
1)
Kelapangan dada terhadap saudara, diantara bentuk
kelapangan dada :
–
Tidak ada iri dan dengki terhadap saudara. Dari
Abu Hurairah r.a bahwasnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
لا يجتمعان في قلب عبد الإيمان
و الحسد
“Tidak akan berkumpul dalam hati seorang hamba iman dan
kedengkian.” (HR. Ahmad dan Nasai dan disahihkan oleh Al Albani)
–
Memaafkan kesalahan-kesalahan saudara (QS.
3:133)
Dalam peristiwa
haditsah al-ifk Misthah r.a termasuk salah seorang dari kaum mu’minin yang
termakan fitnah yang ditiupkan oleh orang-orang munafik. Dia seorang muhajir
dan ahli Badar sebagaimana juga miskin sehingga kehidupannya ditangung oleh Abu
Bakar r.a. Ketika Allah menurunkan ayat yang menjelaskan kesucian Aisyah r.a
dari segala fitnah tersebut, Abu Bakar bersumpah untuk memutuskan bentuannya
kepada Misthah yang ikut termakan fitnah terhadap putrinya, maka Allah
menurunkan ayat tentang itu : “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai
kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka tidak akan memberi kepada kaum kerabat, orang-orang yang miskin
dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka
mema'afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah
mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “ (QS. 24:22)
maka Abu Bakar pun langsung membatalkan sumpahnya dengan membayar kaffarah
sumpah.
–
Tidak ada dendam.
ú
Murid-murid Imam Ahmad pernah berkata kepadanya
: “Bolehkah kami mengambil hadits dari Abu Manshur Ath Thusi?” berkata Ahmad :
“Kalau bukan darinya dari siapa lagi kalian akan mengambil hadits?” Mereka
berkata : “Sesungguhnya dia telah berbicara tentang (keburukan) anda.” Berkata
Ahmad : “Dia adalah seorang yang shaleh namun kita menjadi ujian baginya.”
ú
Pernah terjadi sesuatu antara Hasan bin Hasan
bin Ali bin Abi Thalib dengan Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib sehingga
Hasan bin Hasan mendatangi Ali bin Husain di majelisnya dihadapan
murid-muridnya dan menghujatnya. Ali bin Husain hanya diam mendengar hujatan
saudaranya terhadapnya hingga dia menyelesaikan apa yang ingin dikatakannya
lalu pergi. Tak lama kemudian Ali bin Husain mendatangi Hasan bin Hasan di
rumahnya dan berkata : “Jika semua yang engkau katakan tadi benar adanya semoga
Allah mengampuniku dan jika semua yang engkau katakan tadi tidak benar semoga
Allah mengampunimu.” Maka Hasan bin Hasan mengejar Ali bin Husain dan meminta
maaf kepadanya.
2)
Suka untuk saudaranya apa yang dia suka untuk dirinya,
perwjudannya :
–
Membantu saudara, ada dua tingkatan :
ú
Memberikan bantuan ketika diminta dan mampu
untuk membantu disertai dengan wajah yang cerah (tidak menunjukkan rasa berat).
ú
Memberikan bantuan tanpa diminta.
–
Memberikan nasehat, disebutkan dalam perkataan
hikmah “saudaramu adalah orang yang berkata benar kepadamu (jika engkau benar
dia katakan benar dan jika engkau salah dia katakan salah) bukan orang yang
selalu membenarkan segala tindakanmu.”
–
Mendoakan. Dari Abu Darda r.a bahwasanya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
دَعْوَةُ
الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ
رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لِأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ
الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ
“Doa seorang
muslim untuk saudaranya dalam keadaan tidak diketahuinya dikabulkan, di sisi
kepalanya ada malaikat yang diwakilkan, setiap kali dia doakan saudaranya maka
malaikat itu mengucapkan “amin, dan untukmu seperti itu pula”. (HR. Muslim)
–
Menjaga kehormatannya yaitu dengan tidak
menggibahnya, memfitnahnya bahkan jika ada orang yang mencela saudaranya dia
akan membelanya. Dalam perjalanan ke perang Tabuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mencari Ka’ab bin Malik, maka seorang laki-laki berkata : “Berat atasnya
pakaiannya ya Rasulullah.” (maksudnya dia tidak mampu meninggalkan kenikmatan
di Madinah untuk pergi berjihad). Mendengar itu Mu’adz bin Jabal berkata orang
tersebut : “Alangkah buruk apa yang engkau katakan, kami tidak mengetahui
darinya kecuali kebaikan, mungkin dia
terhalang udzur.”
3)
Mengutamakan saudaranya di atas dirinya sendiri (QS.
59:9)
–
Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah r.a bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam pernah kedatangan
tamu yang kelaparan pada suatu malam maka beliau bertanya kepada istri-istri
beliau kalau-kalau diantara mereka ada yang mempunyai makanan, ketika beliau
tahu bahwa tidak ada seorang pun diantara istri beliau yang mempunyai makanan
beliau menawarkan kepada para sahabat untuk melayanai tamu beliau tersebut. Abu
Thalhah lalu menawarkan dirinya, diapun segera ke rumahnya dan munyampaikannya
kepada istrinya, istrinya berkata bahwa mereka hanya punya makanan untuk
anak-anak mereka malam itu. Abu Thalhah lalu menyuruh istrinya untuk menidurkan
anak-anaknya ketika waktu makan malam tiba dan mematikan pelitanya lalu
mengajak tamu Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam makan dalam kegelapan
sementara Abu Thalhah dan istrinya
sendiri tidak makan. Keesokan
harinya Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sungguh Allah kagum
dengan apa yang dilakukan fulan dan fulanah (semalam).” Dan Allah menurunkan
ayat : “dan mereka mengutamakan saudara mereka di atas diri mereka sendiri
meskipun mereka sendiri dalam keadaan sempit” (QS. 59:9)
–
Setelah perang Yarmuk selesai berkecamuk
tergeletak 3000 prajurit muslim diantara mereka ada yang terluka dan ada pula
yang syahid. Diantara yang terluka terdapat Al Harits bin Hisyam, ‘Ikrimah bin
Abi Jahl dan ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah. Maka Al Harits meminta air untuk minum,
ketika air dibawakan kepadanya dia melihat ‘Ikrimah memandang kepadanya maka
diapun berisyarat agar itu diberikan kepada ‘Ikrimah, ketika air dibawa kepada
Ikrimah dia melihat ‘Ayyasy memandang kepadanya maka diapun berisyarat agar air
itu dibawa kepada ‘Ayyasy, ketika air itu dibawakan kepada ‘Ayyasy ternyata dia
telah meninggal sebelum sempat meneguknya dan ternyata al Harits dan ‘Ikrimah
pun juga telah meninggal dunia. Tidak seorangpun diantara mereka yang meminum
air tersebut sampai mereka syahid karena mengutamakan saudaranya.
5.
Kesimpulan
Saling
mencintai karena Allah akan melahirkan ukhuwah (persaudaraan) di jalan |Allah
lalu ukhuwah dan persatuan akan melahirkan kekuatan untuk selanjutnya
mendapatkan janji Allah di dunia yaitu kemenangan sehingga tercapailah salah
satu tujuan diutusnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu menjadikan
Islam sebagai agama tertinggi di atas seluruh agama, nilai dan ajaran yang ada
di muka bumi ini.