Labels

Monday, July 4, 2011

SUKSESKAN PSR TAHUN INI!

Sunday, June 19, 2011

Umdatul AHkam

Hadirilah Kajian UMDATUL AHKAM Setiap Hari Rabu, Ba'da Maghrib-Isya di Masjid Ar Rahmah BTN Tabaria C1/4A

Wednesday, May 18, 2011

Kategori Demokrasi Dan Politik (bagian 1)

DEMOKRASI DAN PEMILU


Oleh
Syaikh Al-Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani
Syaikh Al-Allamah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i
Bagian Pertama dari Dua Tulisan [1/2]



Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita memujiNya, memohon pertolongan dan berlindung kepadaNya dari keburukan diri kita dan kejelekan amalan kita, siapa yang diberi petunjuk oleh Allah niscaya dia akan tertunjuki, sedang siapa yang disesatkan Allah tiada yang mampu memberi petunjuk kepadanya.

Saya bersaksi tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Amma ba’du.

Sesungguhnya Allah telah mengambil perjanjian dari para ulama supaya mereka menjelaskan kepada manusia tentang apa-apa yang diturunkan kepada mereka (syari’at ini), Allah berfirman.

“Artinya : Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu) : ‘Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya” [Ali-Imron : 187]

Allah melaknat orang yang menyembunyikan ilmunya.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati, kecuali mereka yang telah taubat dan mengadakan perbaikan dan menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah Aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Menerima taubat lagi Maha Penyayang” [Al-Baqarah : 159-160]

Dan Allah mengancam mereka dengan neraka.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah diturunkan Allah, yaitu Al-Kitab dan menjualnya dengan harga yang sedikit (murah), mereka itu sebenarnya tidak memakan (tidak menelan) ke dalam perutnya melainkan api, dan Allah tidak akan berbicara kepada mereka pada hari kiamat dan tidak mensucikan mereka dan bagi mereka siksa yang amat pedih” [Al-baqarah : 174]

Sebagai pengamalan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Artinya : Agama itu adalah nasehat, kami bertanya : ‘Bagi siapa wahai Rasulullah ?’ Jawab beliau : ‘Bagi Allah, KitabNya, RasulNya, para pemimpin kaum muslimin dan mayarakat umum” [Hadit Riwayat Muslim]

Dan mencermati beragam musibah yang menimpa umat Islam dan pemikiran-pemikiran yang disusupkan oleh komplotan musuh terutama pemikiran import yang merusak aqidah dan syari’at umat, maka wajib bagi setiap orang yang dikarunia ilmu agama oleh Allah agar memberi penjelasan hukum Allah dalam beberapa masalah berikut.


DEMOKRASI

Menurut pencetus dan pengusungnya, demokrasi adalah pemerintahan rakyat (dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, -pent). Rakyat pemegang kekuasaan mutlak. Pemikiran ini bertentangan dengan syari’at Islam dan aqidah Islam. Allah berfirman.

“Artinya : Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah” [Al-An’am : 57]

“Artinya : Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir” [Al-Maidah : 44]

“Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak dizinkan Allah ?” [As-Syura : 21]

“Artinya : Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan” [An-Nisa : 65]

“Artinya : Dan dia tidak mengambil seorangpun menjadi sekutuNya dalam menetapkan keputusan” [Al-Kahfi : 26]

Sebab demokrasi merupakan undang-undang thagut, padahal kita diperintahkan agar mengingkarinya, firmanNya.

“Artinya : (Oleh karena itu) barangsiapa yang mengingkari thagut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul (tali) yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar dan Maha Mengetahui” [Al-Baqarah : 256]

“Artinya : Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan) : ‘Sembahlah Allah (saja) dan jauhi thagut itu” [An-Nahl : 36]

“Artinya : Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al-Kitab ? Mereka percaya kepada jibt dan thagut, dan mengatakan kepada orang-orang Kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman” [An-Nisa : 51]


DEMOKRASI BERLAWANAN DENGAN ISLAM, TIDAK AKAN MENYATU SELAMANYA.


Oleh karena itu hanya ada dua pilihan, beriman kepada Allah dan berhukum dengan hukumNya atau beriman kepada thagut dan berhukum dengan hukumnya. Setiap yang menyelisihi syari’at Allah pasti berasal dari thagut.

Adapun orang-orang yang berupaya menggolongkan demokrasi ke dalam sistem syura, pendapatnya tidak bisa diterima, sebab sistem syura itu teruntuk sesuatu hal yang belum ada nash (dalilnya) dan merupakan hak Ahli Halli wal Aqdi [1] yang anggotanya para ulama yang wara’ (bersih dari segala pamrih). Demokrasi sangat berbeda dengan system syura seperti telah dijelaskan di muka.


BERSERIKAT

Merupakan bagian dari demokrasi, serikat ini ada dua macam :

[a] Serikat dalam politik (partai) dan,
[b] Serikat dalam pemikiran.

Maksud serikat pemikiran adalah manusia berada dalam naungan sistem demokrasi, mereka memiliki kebebasan untuk memeluk keyakinan apa saja sekehendaknya. Mereka bebas untuk keluar dari Islam (murtad), beralih agama menjadi yahudi, nasrani, atheis (anti tuhan), sosialis, atau sekuler. Sejatinya ini adalah kemurtadan yang nyata.

Allah berfirman.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah (orang-orang yahudi) ; ‘Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan’, sedang Allah mengetahui rahasia mereka” [Muhammad : 25]

“Artinya : Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya” [Al-Baqarah : 217]

Adapun serikat politik (partai politik) maka membuka peluang bagi semua golongan untuk menguasai kaum muslimin dengan cara pemilu tanpa mempedulikan pemikiran dan keyakinan mereka, berarti penyamaan antara muslim dan non muslim.

Hal ini jelas-jelas menyelisihi dali-dalil qath’i (absolut) yang melarang kaum muslimin menyerahkan kepemimpinan kepada selain mereka.

Allah berfirman.

“Artinya : Dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk memusnahkan orang-orang beriman” [An-Nisa : 141]

“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu” [An-Nisa : 59]

“Artinya : Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Atau adakah kamu (berbuat demikian) ; bagaimanakah kamu mengambil keputusan ? [Al-Qolam : 35-36]

Karena serikat (bergolong-golongan) itu menyebabkan perpecahan dan perselisihan, lantaran itu mereka pasti mendapat adzab Allah. Allah memfirmankan.

“Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat” [Ali-Imran : 105]

Mereka juga pasti mendapatkan bara’ dari Allah (Allah berlepas diri dari mereka). FirmanNya.

“Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamaNya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka” [Al-An’am : 159]

Siapapun yang beranggapan bahwa berserikat ini hanya dalam program saja bukan dalam sistem atau disamakan dengan perbedaan madzhab fikih diantara ulama maka realita yang terpampang di hadapan kita membantahnya. Sebab program setiap partai muncul dari pemikiran dan aqidah mereka. Program sosialisme berangkat dari pemikiran dasar sosialisme, sekularisme berangkat dari dasar-dasar demokrasi, begitu seterusnya.


[Dialih bahasakan dari Majalah Al-Ashalah, edisi 2 Jumadil Akhir 1413H, oleh Abu Nuaim Al-Atsari, Disalin ulang dari Majalah Al-Furqon, edisi 7/Th III. Hal.39-43]
_________
Foote Note.
[1] Ahlu Halli wal Aqdi tersusun dari dua kata Al-Hillu dan Al-Aqdu. Al-Hillu berarti penguraian, pelepasan, pembebasan dll. Sedang Al-Aqdu berarti pengikatan, penyimpulan, perjanjian dll. Maksudnya yaitu semacam dewan yang menentukan undang-undang yang mengatur urusan kaum muslimin, perpolitikan, manajemen, pembuatan undang-undang, kehakiman dan semisalnya. Semua hal tersebut suatu saat bisa direvisi lagi dan disusun yang baru [Lihat kitab Ahlu Halli wal Aqdi, Sifatuhum wa Wadha’ifuhum. Dr Abdullah bin Ibrahim At-Thoriqi, Rabithah Alam Islami, -pent]



Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=577&bagian=0

Gini gini terus ngga' bosan??

Bismillah..

Kaifa Haluk sahabat? Semoga hari hari kita senantiasa bernilai pahala di sisinya.. Nah slah satunya ialah dengan menghadiri TAMAN SYURGA yang satu ini..!!
As usual, tiap pekan PUSDAMM mengadakan dialog kemahasiswaan, adapun tema untuk pekan ini adalah:
Gini-Gini Terus, Ngga Bosan??

Jangan Lupa datang yaaa....

Thursday, May 12, 2011

CERDAS ( Cerita Indah dalam Semalam)

Bismillah..

InsyaAllah Jumat/13 Mei 2011, Pusdamm akan mengadakan kegiatan CERDAS atau CERita inDah dAlam Semalam..
Kegiatan ini bertujuan untuk mempererat jalinan silaturrahim sesama muslim.. Daripada tdak punya kerjaan, mending kita ngumpul,, InsyaAllah berpahala lagi..Kita akan membentuk ukhuwah yang akan menggentarkan musuh musuh Allah.. bukan cuma anak FBS lho,, tapi juga anak Teknik..!

Ya, jadi kita bisa berkenalan dan mendapat teman baru dari fakultas lain..

Kepada adik adik angkatan 2010 mahasiswa FBS dan Teknik UNM, kami undang dengan hormat..
InsyaAllah bertempat di Masjid Mushab Bin Umair Fakultas Teknik..
Kita shalat Isya berjamaah di sana yaa.. ON TIME..!!!


Adapun agenda agendanya adalah:
1. Bakar bakar Ikan.. waah lumayan makan gratisss..hehe
2. Bincang bincang Ukhuwah.. bisa curhat masalah perkuliahan, keluarga, de el el.. pokoknya semuaa masalah insyaAllah kita atasi bersama..
3. Qiyamul Lail. Raih faedah dari Shalat Lail..
4. FRIENDLY MATCH Pusdamm VS Teknik.. waahh bakal seru nih..

Jangan Lupa datang yaaa...!!


Syukran..

Monday, May 9, 2011

My Friends, My Environment

Bismillahirrahmanirrahim...

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam pernah bersabda,


اَلْمَرْءُ عَلَى دِيْنِ خَلِيْلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِل
“Seseorang dapat dinilai dari kadar agama temannya, oleh karena itu hendaknya salah satu dari kalian meneliti dahulu siapa yang akan ia jadikan teman.” (HR. al Hakim)




Teman-teman yang dimuliakan Allah Subhana Wa Ta'ala..InsyaAllah pekan ini, PUSDAMM kembali akan mengadakan Dialog kemahasiswaan. Seperti biasa, hari kamis ba'da ashar di gedung DG FBS UNM. Adapun tema yang akan diangkat ialah " My Friends, My Environment" dengan menghadirkan pemateri Al Ustadz Syamsuddin Basang Ismail, S.Pd. Berkaitan dengan Hadits di atas..Kita akan mengupas tuntas masalah pergaulan dan lingkungan. Gimana sih lingkungan itu bisa menentukan kesuksesan kita? Seberapa penting sih sahabat yang ada di sekitar kita? Bagaimana Tips jitu agar selamat dari arus lingkungan? dan banyak lagi perkara perkara yang berhubungan dengan Lingkungan remaja..

Ingat..!!Jangan lewatkan ya.. InsyaAllah akan berkesan dan memberi banyak manfaat kepada kita sebagai remaja Muslim.

Tuesday, May 3, 2011

Bergetarkah Hati kita?



Pernahkah kita merasakan qolbu bergetar tatkala membaca Al-Qur’an? Kemudian kulit kita merinding, rambut-rambut halus di sekujur tubuh berdiri, suara tiba-tiba menjadi serak, lalu air mata meleleh dan dada terasa lapang setelahnya? Betapa nikmatnya ketika kita dapat merasakannya, baik saat shalat maupun membaca Al-Qur’an di luar shalat. Mengapa perasaan seperti itu tidak datang setiap waktu? Apakah situasi seperti secara mutlak mawaahib dimana kita tidak dapat mengusahakannya, atau sesuatu yang makaasib dimana dapat kita rekayasa untuk menghadirkannya?
 
            Mengapa pada suatu saat hati dapat bergetar ketika dibacakan ayat-Nya, kulit merinding, qolbu menjadi luluh untuk kemudian mengingat Allah,..... tetapi pada waktu yang lain tidak? Sedangkan telinga yang digunakan untuk mendengarkan adalah telinga yang sama, lidah yang kita pakai untuk membaca juga lidah yang sama, dan hati yang digunakan untuk memahami adalah hati yang sama? Bahkan ayat yang kita dengarkan juga ayat yang sama? Tetapi mengapa atsarnya berbeda-beda?
            Al-Qur’an adalah Kalamullah yang menyimpan kekuatan potensial untuk menggerakannya. Kekuatan potensial itu akan nyata ketika bertemu dengan qolbu yang hidup, yang kondusif untuk itu. Jika bertemu dengan qolbu yang kehilangan daya hidup, apalagi yang mati, maka potensi kekuatan untuk menggerakkan tersebut tetap bersifat potensial, tapi tidak menjadi nyata. Allah membuat permisalan, seandainya gunung (batu) yang kuat dan keras itu dikaruniai akal dan nalar, maka akan tunduk dan terpecah-belah ketika mendengarkan Al-Qur’an, karena takut kepada Allah; takut tidak dapat memenuhi hak-Nya dan khawatir kurang dalam mengagungkan-Nya.

Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran Ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (Al-Hasyr: 21)
Hal itu mengandung celaan kepada manusia yang dikaruniai qolbu, akal, pikiran, perasaan dan dapat membedakan yang haqq dari yang bathil, tetapi tidak tergerak ketika mendengarkan Kalam-Nya.

Yang bergetar, Yang Penuh Iman
Ada beberapa faktor yang berpengaruh secara bersamaan, sehingga menghasilkan situasi yang pada suatu saat berbeda dengan saat yang lain. Kalam-Nya yang mulia tidak berubah, tetapi lidah yang membacanya, telinga yang mendengarkannya dan hati yang memahaminya berada pada situasi yang berubah-ubah. Qolbu yang hidup adalah yang bersemayam di dalamnya iman yang kuat, keimanan yang menggerakannya untuk melakukan ketaatan kepada-Nya, dia melakukannya hanya karena-Nya, dengan meneladani Nabi-Nya, yakin terhadap janji-Nya dan takut kepada kemurkaan adzab-Nya. Qobu yang seperti ini akan mendengarkan apa yang memberikan manfaat dan meninggalkan apa yang mendatangkan kerusakan. Lisannya digerakan hanya untuk perkara yang mendatangkan kebaikan dan meninggalkan apa yang mengakibatkan keburukan baginya.
            Setiap kebaikan yang dikerjakan dan pencegahan keburukan yang dilakukan oleh telinga dan lidahnya adalah tambahan bagi kekuatan iman yang telah bersemayam di dalam qolbunya. Begitulah, sehingga kebaikan bertambah-tambah dan kehidupan qolbu terus menyubur. Qolbu, telinga dan lidah yang berada pada kondisi seperti itulah yang ketika lidahnya memperdengarkan kalam-Nya, telinganya mendengarkan lantunan ayat-Nya, kemudian qolbu memhaminya, maka akan hadir situasi yang seperti digambarkan dalam firman-Nya:
“Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepara Robbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan qolbu mereka mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang disesatkan Allah, niscaya tak ada baginya pemberi petunjuk.” (Az-Zumar: 23)
“Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya maka bertambahlah keimanannya” (Al-Anfaal: 2)
            Sesungguhnya, jika semua faktor yng mempengaruhi datangnya situasi itu terus ada, tidak mengalami degradasi, sensasi qolbu yang bergetar tatkala mendengarkan lantunan kalam-Nya juga akan terus berulang. Hati yang hidup itu akan menghasilkan produknya. Jika ada kemungkinan di luar itu, hanya jika qolbu mengalami kebosanan, jenuh. Tetapi Al-Qur’an yang diturunkan dengan hikmah dan kebijaksanaan-Nya, menjamin terciptanya situasi akan terus berulang dalam suasana berbeda-beda ketika ayat-ayat Al-Qur’an itu terus dibaca.
            Qolbu Yang Sakit Ketika Mendengar Al-Qur’an
            Jika qolbu yang mendengarkan berbagai ayat yang menggugah tersebut beku (qolbu yang sama sekali mati, hati orang-orang kafir), hati tersebut samasekali tak terpengaruh dan tidak tergetar meski yang membacakannya seorang Nabi. Dikarenakan pada hati yang mayyit(mati) ada segelnya, sehingga seruan itu tidak dapat masuk, betapapun menggugahnya. Hati yang seperti ini terbungkus ron(kerak) akibat pengingkarannya kepada Allah, ayat-ayat-Nya, dan hari pertemuan dengan-Nya. Hati yang terkunci mati dan tersegel rapat. Wal’iyadzu billah.
            Ada pula jenis qolbu yang yang tidak mati, tetapi juga tidak dalam keadaan sehat dan hidup seperti hati orang-orang yang benar keimanannya, yakni hati yang sedang sakit atau qolbun maridh. Seruan Al-Qur’an tidak mampu menggugah dan menggerakannya, karena qolbu tidak memiliki daya hidup yang cukup untuk merespon seruan yang menghidupkan tersebut. Kuat lemahnya pengaruh yang ditimbulkan tergantung seberapa parah sakit yang menderanya.
            Jika kondisi ini segera disadari, dan dilakukan terapi dengan taubat, secara berangsur hati akan kembali membaik. Musibahnya, jika dibiarkan saja maka akan terjadi degradasi iman yang tidak terbendung. Jika sudah begitu, tatkala membaca Al-Qur’an kemudian menemukan ayat janji, syaithan pun dengan mudah mengelabuinya. Seakan janji-janji itu untuk dirinya sedangkan ancaman yang ada untuk orang lain. Ketika mendapati sifat-sifat jannah dan penghuninya seolah dirinyalah yang dimaksud. Sebaliknya ketika mendapati ayat-ayat tentang neraka dan ahlinya, maka orang lain yang dimaksud, sedangkan dirinya selamat dari hal itu. Wal-‘iyaadzu billah.

Di copy dari: ibnushafar

Sunday, February 27, 2011

Dahsyatnya Cita-Cita

Suatu pagi yang cerah, di dekat rukun Yamani, duduklah empat remaja yang tampan rupa, berasal dari keluarga yang mulia. Mereka adalah Abdullah bin Zubair, Mus`ab bin Zubair, Urwah bin Zubeir dan satu lagi adalah Abdul Malik bin Marwan.

Mereka saling mengungkapkan apa yang menjadi obsesinya.

Abdullah bin Zubair angkat bicara, “Cita-citaku adalah menguasai seluruh Hijaz dan menjadi khalifahnya.” Saudaranya, Mus`ab menyusulnya, “Keinginanku adalah dapat menguasai dua wilayah Irak dan tak ada yang merongrong kekuasaanku.” Adapun Abdul Malik bin Marwan berkata, “Bila kalian berdua merasa cukup dengan itu, maka aku tidak akan puas sebelum bisa menguasai seluruh dunia dan menjadi khalifah setelah Mu`awiyah bin Abi Sufyan.”
Sementara itu Urwah diam seribu bahasa, lalu semua mendekati dan bertanya, “bagaimana denganmu, apa cita-citamu kelak wahai Urwah?” Beliau berkata, “Semoga Allah memberkahi cita-cita kalian dari urusan dunia, aku ingin menjadi alim [orang berilmu yang mau beramal], sehingga orang-orang akan belajar dan mengambil ilmu tentang kitab Rabbnya, sunnah nabinya dan hukum-hukum agamanya dariku, lalu aku berhasil di akhirat dan memasuki jannah dengan ridha Allah l.”
Hari-hari berganti serasa cepat. Pada gilirannya, Abdullah bin Zubair menjadi penguasa atas Hijaz, Mesir, Yaman, Khurasan dan Irak yang pada akhirnya terbunuh di Ka`bah, tak jauh dari tempatnya mengungkapkan cita-citanya dahulu. Mus`ab bin Zubair telah menguasai Irak sepeninggal saudaranya Abdullah, dan akhirnya juga terbunuh ketika mempertahankan wilayah kekuasaannya.
Adapun Abdul Malik bin Marwan, akhirnya menjadi khalifah setelah ayahnya wafat dan bersatulah suara kaum muslimin, dia berhasil menjadi raja dunia terbesar pada masanya. (Shuwaru min hayaatit taabi’in, Ra’fat Basya)
Begitupun, dengan Urwah bin Zubeir. Beliau menjadi ulama panutan di zamannya. Ibnu Sa’ad dalam thabaqat kedua dari penduduk Madinah menyebutkan, “Urwah adalah seorang yang tsiqah, banyak meriwayatkan hadits, faqih, alim, tsabit dan bisa dipercaya”. (Kitab at-Tahdzib). Bahkan tidak sedikit dari kalangan sahabat Nabi saw yang bertanya kepada beliau tentang ilmu, meskipun beliau seorang tabi’in.
Realita tak Jauh dari Cita-cita
Kisah keempat remaja itu membuka mata kita, bahwa apa yang didapatkan manusia, tak akan jauh dengan apa yang menjadi obsesinya. Karena obsesi dan cita-cita itu akan menggerakkan pemiliknya menuju tujuannya. Fokus pikiran, tenaga dan potensi yang dimilikinya akan tercurah untuk meraih apa yang menjadi impiannya.
Karena itu, jangan tanggung-tanggung menentukan cita-cita, jangan merendahkan diri untuk menetapkan target dan tujuan. Cita-cita yang biasa saja, akan menjelma menjadi usaha yang apa adanya, dan pada gilirannya hanya akan memanen hasil yang biasa-biasa pula. Padahal Allah menyukai urusan yang tinggi-tinggi,
إِنَّ اللهَ تَعاَلَى يُحِبُّ مَعَالِيَ اْلأُمُوْرِ ، وَيَكْرَهُ سَفاَسَفَهاَ
“Sesungguhnya Allah menyukai permasalahan yang tinggi-tinggi dan Allah tidak menyukai hal-hal yang rendah.” [HR. Thabrani]
Dalam banyak dalil, Allah dan Rasul-Nya telah memotivasi kita untuk optimis dalam bercita-cita. Perhatikanlah doa orang-orang yang dipuji oleh Allah,
“Dan orang orang yang berkata, Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.’” [QS. Al Furqan: 74]
Kedudukan muttaqin memang sudah istimewa. Tapi ternyata, doa yang dipanjatkan bukan saja menjadi muttaqin, tapi imam atau pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Ini menunjukkan optimisme yang tinggi, himmah dan semangat yang luar biasa untuk meraih derajat yang agung.
Nabi juga menganjurkan kita,
فَإِذَا سَأَلْتُمُ اللَّهَ فَسَلُوهُ الْفِرْدَوْسَ ، فَإِنَّهُ أَوْسَطُ الْجَنَّةِ وَأَعْلَى الْجَنَّةِ ، وَفَوْقَهُ عَرْشُ الرَّحْمَنِ ، وَمِنْهُ تَفَجَّرُ أَنْهَارُ الْجَنَّةِ
“Jika engkau memohon jannah kepada Allah, maka mohonlah Firdaus karena Firdaus adalah jannah yang paling tengah dan paling tinggi, di atasnya adalah Arsy Ar-Rahman, dan darinya pula sungai-sungai jannah mengalir..” [HR Bukhari].
Sungguh beruntung orang yang masuk jannah, tak ada sedikitpun yang membuatnya susah atau menderita, meskipun seseorang mendapatkan jannah pada tingkatan yang paling bawah. Tapi, ternyata Nabi menghasung kita memohon kepada kita jannah yang paling tinggi derajatnya. Karena permohonan yang merupakan ungkapan dari cita-cita itu akan mendorong seseorang untuk berusaha mencurahkan segala potensinya untuk meraih tujuannya yang mulia.

Sehebat Apakah Cita-Citamu

Sekarang, kita lihat seberapa hebat cita-cita kita. Mumpung masih ada waktu untuk merevisinya, masih ada peluang untuk menata ulang rencana dan usaha. Dan sebagai akhir kalam, saya cukupkan Anda dengan satu sampel yang bisa kita jadikan sebagai referensi dalam memancangkan cita-cita. Adalah Imam Ibnu al-Jauzi, sejak kecil memiliki obsesi yang tinggi dalam hal ilmu. Hingga mendorongnya melakukan usaha yang luar biasa, dan hasil yang dicapainya, sulit pula diimbangi oleh orang sezamannya, dan juga setelahnya. Dia bercerita, “Saya merasakan nikmatnya mencari ilmu, hingga penderitaan di jalan ilmu bagi saya lebih manis dari madu, karena besarnya harapan saya untuk mendapatkan ilmu. Di waktu kecil saya membawa bekal roti kering untuk mencari hadits. Saat istirahat di pinggir sungai, saya tidak bisa makan roti itu saking kerasnya. Satu-satunya cara, saya celupkan roti itu ke sungai, baru aku bisa memakannya. Sekali menelan, saya ikuti dengan meminum air sungai. Kesusahan itu tidak terasa, karena yang ada di benakku hanyalah kelezatan saat mendapatkan ilmu.”
Adapun hasilnya, beliau pernah memotivasi puteranya dan berkata, “Dengan jariku ini, aku pernah menulis 2000 jilid buku, seratus ribu orang bertaubat, dan ada 20.000 orang yang masuk Islam dengan sebab dakwahku.” Wallahu a’lam. (Abu Umar Abdillah)

Saturday, February 19, 2011

Asy Syuhada season 5




















Ensiklopedia Maulid Nabi (2): Antara Cinta Rasul & Perayaan Maulid

Sebenarnya adakah kaitan antara cinta Rasul dan perayaan maulid, alias hari kelahiran beliau? Pertanyaan ini mungkin terdengar aneh bagi mereka yang kerap merayakannya. Bagaimana tidak, sedang disana dibacakan sejarah hidup beliau, diiringi dengan syair-syair pujian dalam bahasa Arab untuk beliau (yang dikenal dengan nama burdah), yang kesemuanya tak lain demi mengenang jasa beliau dan memupuk cinta kita kepadanya…?
Dalam sebuah muktamar negara-negara Islam sedunia, salah seorang dai kondang dari Saudi yang bernama Dr. Said bin Misfir Al Qahthani, berjumpa dengan seorang tokoh Islam (syaikh) dari negara tetangga. Melihat pakaiannya yang khas ala Saudi, Syaikh tadi memulai pembicaraan (Sebagaimana yang dituturkan sendiri oleh Dr. Said Al Qahthani ketika berkunjung ke kampus kami, Universitas Islam Madinah dan memberikan ceramah di sana.):
Syaikh: “Assalaamu ‘alaikum…”
Dr. Said: “Wa’alaikumussalaam warahmatullah wabaraatuh…”
Syaikh: “Nampaknya Anda dari Saudi ya?”
Dr. Said: “Ya, benar.”
Syaikh: “Oo, kalau begitu Anda termasuk mereka yang tidak cinta kepada Rasul…!”
(kaget bukan kepalang dengan ucapan Syaikh ini, ia berusaha menahan emosinya sembari bertanya):
Dr. Said: “Lho, mengapa bisa demikian?”
Syaikh: “Ya, sebab seluruh negara di dunia merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali negara Anda; Saudi Arabia… ini bukti bahwa kalian orang-orang Saudi tidak mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Dr. Said: “Demi Allah… tidak ada satu hal pun yang menghalangi kami dari merayakan maulid Beliau, kecuali karena kecintaan kami kepadanya!”
Syaikh: “Bagaimana bisa begitu??”
Dr. Said: “Anda bersedia diajak diskusi…?”
Syaikh: “Ya, silakan saja..”
Dr. Said: “Menurut Anda, perayaan Maulid merupakan ibadah ataukah maksiat?”
Syaikh: “Ibadah tentunya!” (dengan nada yakin).
Dr. Said: “Baik… apakah ibadah ini diketahui oleh Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, ataukah tidak?”
Syaikh: “Tentu beliau tahu akan hal ini!”
Dr. Said: “Jika beliau tahu akan hal ini, lantas beliau sembunyikan ataukah beliau ajarkan kepada umatnya?”
(…. Sejenak syaikh ini terdiam. Ia sadar bahwa jika ia mengatakan “ya”, maka pertanyaan berikutnya ialah: Mana dalilnya? Namun ia juga tidak mungkin mengatakan tidak, sebab konsekuensinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih menyembunyikan sebagian ajaran Islam. Akhirnya dengan terpaksa ia menjawab )
Syaikh: “Iya… beliau ajarkan kepada umatnya…”
Dr. Said: “Bisakah Anda mendatangkan dalil atas hal ini?”
(Syaikh pun terdiam seribu bahasa… ia tahu bahwa tidak ada satu dalil pun yang bisa dijadikan pegangan dalam hal ini…)
Syaikh: “Maaf, tidak bisa…”
Dr. Said: “Kalau begitu ia bukan ibadah, tapi maksiat.”
Syaikh: “Oo tidak, ia bukan ibadah dan bukan juga maksiat, tapi bidáh hasanah.”
Dr. Said: “Bagaimana Anda bisa menyebutnya sebagai bid’ah hasanah, padahal Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa setiap bid’ah itu sesat??”
Setelah berdialog cukup lama, akhirnya syaikh tadi mengakui bahwa sikap sahabatnyalah yang benar, dan bahwa maulid Nabi yang selama ini dirayakan memang tidak berdasar kepada dalil yang shahih sama sekali.
Ini merupakan sepenggal dialog yang menggambarkan apa yang ada di benak sebagian kaum muslimin terhadap sikap sebagian kalangan yang enggan merayakan maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dialog singkat di atas tentunya tidak mewakili sikap seluruh kaum muslimin terhadap mereka yang tidak mau ikut maulidan. Kami yakin bahwa di sana masih ada orang-orang yang berpikiran terbuka dan obyektif, yang siap diajak berdiskusi untuk mencapai kebenaran sesungguhnya tentang hal ini.
Namun demikian, ada juga kalangan yang bersikap sebaliknya. Menutup mata, telinga, dan fikiran mereka untuk mendengar argumentasi pihak lain. Karenanya kartu truf terakhir mereka ialah memvonis pihak lain sebagai ‘wahhabi’ yang selalu dicitrakan sebagai ’sekte Islam sempalan’, yang konon diisukan sebagai kelompok yang gampang membid’ahkan, mengkafirkan, mengingkari karomah para wali, dan sederet tuduhan lainnya.
Cara seperti ini bukanlah hal baru. Sejak dahulu pun mereka yang tidak senang kepada dakwah tauhid, selalu berusaha memberikan gelar-gelar buruk kepada para dainya. Tujuannya tak lain ialah agar masyarakat awam antipati terhadap mereka. Simaklah bagaimana Fir’aun dan kaumnya menggelari Musa dan Harun ‘alaihimassalam:
(57) Fir’aun mengatakan: “Adakah kamu datang kepada kami untuk mengusir kami dari negeri kami dengan sihirmu hai Musa? (58) Sungguh kami pasti mendatangkan pula kepadamu sihir semacam itu, maka buatlah suatu waktu untuk pertemuan antara kami dan kamu, yang kami tidak akan menyalahinya dan tidak pula kamu di suatu tempat yang pertengahan (letaknya).” (59) Musa menjawab: “Waktu pertemuan itu ialah di hari raya dan hendaklah manusia dikumpulkan pada waktu dhuha.” (60) Maka Fir’aun meninggalkan (tempat itu), lalu mengatur tipu dayanya, kemudian dia datang. (61) Musa berkata kepada mereka: “Celakalah kamu, janganlah kamu mengadakan kedustaan terhadap Allah, hingga Dia membinasakanmu dengan siksa.” Dan sesungguhnya telah merugi orang yang mengada-adakan kedustaan. (62) Maka mereka berbantah-bantahan tentang urusan mereka di antara mereka, dan mereka merahasiakan percakapan (mereka). (63) Mereka berkata: “Sesungguhnya dua orang ini adalah benar-benar ahli sihir yang hendak mengusir kalian dari negeri kalian dengan sihirnya, dan hendak melenyapkan kedudukan kalian yang utama…” (Qs. Thaha: 57 – 63)
Dalam ayat lain Allah berfirman:
“Sesungguhnya telah Kami utus Musa dengan membawa ayat-ayat Kami dan keterangan yang nyata, (24) kepada Fir’aun, Haman dan Qarun; maka mereka berkata: “Ia (Musa) adalah seorang ahli sihir yang pendusta.” (Qs. Ghafir: 23-24)
Simak pula bagaimana kaum Nabi Luth ‘alaihissalam hendak mengusir beliau dan para pengikutnya dengan tuduhan ‘orang-orang yang sok menyucikan diri’:
Maka tidak lain jawaban kaumnya melainkan mengatakan: “Usirlah Luth beserta keluarganya dari negerimu; karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang (mendakwakan dirinya) bersih.” (Qs. An Naml: 56)
Atau Nabi Shalih ‘alaihissalam yang dianggap sombong dan pembohong oleh kaumnya… Allah berfirman:
(23) Kaum Tsamudpun telah mendustakan ancaman-ancaman (itu). (24) Mereka berkata: “Bagaimana kita akan mengikuti saja seorang manusia (biasa) di antara kita? Sesungguhnya kalau begitu kita benar-benar berada dalam keadaan sesat dan gila”, (25) Apakah wahyu itu diturunkan kepadanya -yakni Nabi Shaleh ‘alaihissalam- di antara kita? Sebenarnya dia seorang yang amat pendusta lagi sombong.” (26) Kelak mereka akan tahu siapakah yang sebenarnya amat pendusta lagi sombong. (Qs. Al Qamar: 23 – 26)
Sampai junjungan kita Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tak luput dari julukan-julukan buruk kaumnya. Allah berfirman:
(1) Shaad, demi al-Qur’an yang mempunyai keagungan (2) Sebenarnya orang-orang kafir itu (berada) dalam kesombongan dan permusuhan yang sengit. (3) Betapa banyaknya ummat sebelum mereka yang telah kami binasakan, lau mereka meminta tolong padahal (waktu itu) bukanlah saat untuk lari melepaskan diri. (4) Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: “ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.” (Qs. Shaad: 1 – 4)
Jadi, banyaknya tuduhan-tuduhan jelek terhadap suatu golongan, mestinya tidak menghalangi kita untuk bersikap adil dan obyektif terhadap mereka. Karena boleh jadi kebenaran justeru berpihak kepada mereka, dan dalam hal ini yang menjadi patokan adalah dalil-dalil dari Al Qur’an dan Hadits yang shahih.
Berangkat dari sini, penulis ingin mengajak para pembaca yang budiman untuk mendudukkan masalah perayaan maulid Nabi, benarkah ia merupakan bid’ah hasanah? Benarkah ia merupakan perwujudan cinta kepada Rasul yang dibenarkan? Apakah asal muasal perayaan ini? dan berbagai masalah lainnya seputar maulid Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentunya semua akan disajikan secara ilmiah dengan merujuk kepada Al Qur’an dan Sunnah, sesuai dengan pemahaman As Salafus shaleh.
***
Penulis: Ustadz Sufyan bin Fuad Baswedan, Lc. (Mahasiswa Pasca Sarjana, Fakultas Hadits & Dirosah Islamiyyah, Universitas Islam Madinah, Saudi Arabia)
Artikel www.muslim.or.id

Asy Syuhada season 4











Pamflet Collector Tahun Ini










About us