Oleh : Al-Ustadz Abu Mu’awiyah Askari hafizhahullah
Allah Ta’ala berfirman:
وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ
الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ
وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ
يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ
وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا
“Dan apabila datang kepada mereka
suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu
menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil
Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui
kebenarannya mengetahuinya dari mereka . Kalau tidaklah karena karunia
dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali
sebahagian kecil saja . “(QS.An-Nisaa:83)
“Dalam ayat ini terdapat dalil berupa
satu kaedah adab yaitu jika terjadi satu pembahasan dalam satu perkara ,
sepantasnya diserahkan kepada orang yang memiliki keahlian dalam
perkara tersebut, jangan mendahului mereka, sebab hal itu lebih
mendekati kebenaran dan lebih selamat dari kesalahan. Juga terdapat
larangan dari sikap terburu-buru untuk menyebarkan berita tentang
sesuatu pada saat dia mendengarkannya, dan ia diperintahkan untuk
memperhatikannya sebelum dia mengucapkan dan memandangnya, apakah ini
merupakan kemaslahatan sehingga seseorang boleh melakukannya ataukah dia
harus menahan diri darinya?”
(Taisir al-kariim ar-rahman: 190)
Ada sebagian manusia yang merendahkan
ilmu dan para ulama sehingga dia tidak mengetahui kadar ilmu dan hak
para ulama, dia menyangka bahwa ilmu adalah memperbanyak ucapan,
menghiasi ucapannya dengan berbagai kisah, syair2, dan memperbanyak
pembahasan nasehat dan masalah hati. Diantara manusia ada yang menyangka
bahwa ulama adalah tokoh-tokoh yang menyibukkan diri dalam berbagai
kejadian, lalu membahasnya dengan apa yang mereka sebut “fiqhul waqi’”
untuk membuat perlawanan kepada para penguasa dengan tanpa bimbingan dan
ilmu. Diantara manusia ada yang menganggap bahwa ilmu hanyalah ada di
dalam kitab-kitab, dia tidak memperhatikan hakekat bahwa ilmu adalah
penukilan dan pemahaman,dan pemahaman tersebut dinilai berdasarkan apa
yang difahami oleh generasi awal dari kalangan para sahabat, tabi’in dan
yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Sehingga diapun
meninggalkan kesibukan menuntut ilmu dan duduk di halaqah ilmu dan para
ulama.Dia tidak mengetahui bahwa diantara ilmu ada beberapa pintu yang
dia tidak akan meraihnya kecuali dengan berhadapan langsung dengan para
ulama dan mengambilnya dari mereka.”
Sifat seorang alim adalah yang terpenuhi beberapa perkara berikut:
1-berilmu tentang al-kitab dan as-sunnah
2- mengikuti apa yang terdapat dalam al-kitab dan as-sunnah
3- mengikat pemahaman terhadap al-kitab dan as-sunnah dengan pemahaman salafus saleh
4- komitmen diatas ketaatan dan jauh dari perbuatan kefasikan, kemaksiatan dan dosa.
5- jauh dari perbuata bid’ah, kesesatan, dan kebodohan, dan memperingatkan darinya.
6- mengembalikan perkara yang mutasyabih (samar) kepada yang muhkam (jelas dan gamblang) dan tidak mengikuti mutasyabih.
7- tunduk kepada perintah Allah
8- mereka memiliki keahlian dalam istinbat ( mengeluarkan faedah dari dalil) dan pemahaman yang baik.”
(Lihat: mu’malatul ‘Ulama: 11-28, karya Muhammad Bazemul)
Berkata Ibnu Sahman dalam “minhaj ahlil ittiba’:24 :
العجب كل العجب ممن يصغي ويأخذ
بأقوال أناس ليسوا بعلماء ولا قرؤوا على أحد من المشايخ فيحسنون الظن بهم
فيما يقولونه وينقلونه ويسيئون الظن بهم بمشايخ أهل الإسلام وعلماءهم الذين
هم أعلم منهم بكلام أهل العلم وليس لهم غرض في الناس إلا هدايتهم وإرشادهم
إلى الحق الذي كان عليه رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم وأصحابه وسلف
الأمة وأئمتها
أما هؤلاء المتعالمون الجهال
فكثير منهم خصوصا من لم يتخرج على العلماء منهم وإن دعوا الناس إلى الحق
ف‘نما يدعون إلى أنفسهم ليصرفوا وجوه الناس إليهم طلبا للجاه والشرف
والترؤس على الناس فإذا سئلوا أفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا
“Sungguh mengherankan orang yang
menyimak dan mengambil pendapat sebagian orang yang mereka bukanlah
ulama, dan tidak pernah membaca kepada seseorang dari para syaikh , lalu
dia berbaik sangka kepadanya terhadap apa yang mereka katakan dan yang
mereka nukilkan, lalu mereka berburuk sangka kepada para syaikh kaum
muslimin dan ulamanya yang mereka lebih mengerti tentang ucapan para
ulama, dan mereka tidak punya tujuan tertentu selain membimbing manusia
dan mengarahkan mereka kepada kebenaran yang telah dijalan oleh
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan para sahabatnya, dan para
pendahulu umat ini dan para imamnya. Adapun mereka yang sok menjadi alim
padahal mereka jahil, kebanyakan mereka -lebih terkhusus lagi yang
tidak pernah belajar kepada para ulama – jika mereka mengajak kepada
kebenaran, pada hakekatnya mereka hanyalah mengajak kepada diri mereka
sendiri untuk memalingkan wajah-wajah manusia kepadanya karena
mengharapkan pangkat, kedudukan, kepemimpinan manusia, sehingga tatkala
mereka ditanya,maka mereka berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan
menyesatkan.”
(Dari kitab: Shiyanatus salafi min waswasati Ali Al-Halabi:18- 19)
Sumber : salafybpp.com
Sumber artikel : darussalaf.or.id
0 komentar:
Post a Comment