
Bismillah. Wahai pemuda, waspadalah terhadap pemikiran rancu yang
muncul era ini dengan mengatasnamakan agama Islam. Pemikiran berupa
pencucian otak, doktrin, dan hasutan-hasutan untuk mengkritik, melakukan
orasi di tempat-tempat umum, dan bahkan sampai pada ajakan untuk
memberontak terhadap pemerintah muslim yang zalim.
Untuk itu bentengi diri Anda dengan ilmu dien.
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ رَأَى مِنْ أَمِيرِه شَيْئًا يَكْرَهُهُ فَلْيَصْبِرْ فَإِنَّهُ
مَنْ فَارَقَ الْجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ فَمِيتَةٌ جَاهِلِيَّةٌ
“Barangsiapa yang melihat suatu (kemungkaran) yang ia benci pada
pemimpinnya, maka hendaklah ia bersabar, karena sesungguhnya barangsiapa
yang memisahkan diri dari jamaah (pemerintah) kemudian ia mati, maka
matinya adalah mati jahiliyah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah
bin Abbas radhiyallahu’anhuma]
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ بَعْدِي أَثَرَة وَأُمُورًا تُنْكِرُونَهَا
قَالُوا فَمَا تَأْمُرُنَا يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ أَدُّوا إِلَيْهِمْ
حَقَّهُمْ وَسَلُوا اللَّهَ حَقَّكُمْ
“Sesungguhnya kalian akan melihat (pada pemimpin kalian) kecurangan
dan hal-hal yang kalian ingkari (kemungkaran)”. Mereka bertanya, “Apa
yang engkau perintahkan kepada kami wahai Rasulullah?” Beliau menjawab:
“Tunaikan hak mereka (pemimpin) dan mintalah kepada Allah hak kalian.”
[HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu]
Beliau shallallahu’alaihi wa sallam juga bersabda,
يَكُونُ بَعْدِى أَئِمَّة لاَ يَهْتَدُونَ بِهُدَاىَ وَلاَ يَسْتَنُّونَ
بِسُنَّتِى وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ
الشَّيَاطِينِ فِى جُثْمَانِ إِنْسٍ قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ
لِلأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Akan ada sepeninggalku para penguasa yang tidak meneladani
petunjukku dan tidak mengamalkan sunnahku, dan akan muncul diantara
mereka (para penguasa) orang-orang yang hati-hati mereka adalah
hati-hati setan dalam jasad manusia.” Aku (Hudzaifah) berkata,
“Bagaimana aku harus bersikap jika aku mengalami hal seperti ini?”
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, “Engkau tetap dengar
dan taat kepada pemimpin itu, meskipun punggungmu dipukul dan hartamu
diambil, maka dengar dan taatlah.” [HR. Muslim dari Hudzaifah Ibnul
Yaman radhiyallahu’anhu]
Ubadah bin Shamit radhiyallahu’anhu berkata,
دَعَانَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَبَايَعْنَاه فَكَانَ
فِيمَا أَخَذَ عَلَيْنَا أَنْ بَايَعَنَا عَلَى السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ فِى
مَنْشَطِنَا وَمَكْرَهِنَا وَعُسْرِنَا وَيُسْرِنَا وَأَثَرَةٍ عَلَيْنَا
وَأَنْ لاَ نُنَازِعَ الأَمْرَ أَهْلَهُ قَالَ إِلاَّ أَنْ تَرَوْا كُفْرًا
بَوَاحًا عِنْدَكُمْ مِنَ اللَّهِ فِيهِ بُرْهَانٌ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam menyeru kami, lalu kami pun
membai’at beliau, maka diantara yang beliau ambil perjanjian atas kami
adalah, kami membai’at beliau untuk senantiasa mendengar dan taat kepada
pemimpin, baik pada saat kami senang maupun susah; sempit maupun
lapang, dan dalam keadaan hak-hak kami tidak dipenuhi, serta agar kami
tidak berusaha merebut kekuasaan dari pemiliknya. Beliau bersabda:
Kecuali jika kalian telah melihat kekafiran yang nyata, sedang kalian
memiliki dalil dari Allah tentang kekafirannya.” [HR. Al-Bukhari dan
Muslim]
Wail bin Hujr radhiyallahu’anhu berkata,
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَرَجُلٌ سَأَلَهُ فَقَالَ
أَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ عَلَيْنَا أُمَرَاءُ يَمْنَعُونَا حَقَّنَا
وَيَسْأَلُونَا حَقَّهُم فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم
اسْمَعُوا وَأَطِيعُوا فَإِنَّمَا عَلَيْهِمْ مَا حُمِّلُوا وَعَلَيْكُمْ
مَا حُمِّلْتُمْ
“Aku mendengar ketika seseorang bertanya kepada Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam, “Apa pendapatmu jika para pemimpin kami
tidak memenuhi hak kami (sebagai rakyat), namun tetap meminta hak mereka
(sebagai pemimpin)?” Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam
bersabda, “Dengar dan taati (pemimpin kalian), karena sesungguhnya dosa
mereka adalah tanggungan mereka dan dosa kalian adalah tanggungan
kalian.” [HR. Muslim dan At-Tirmidzi, Ash-Shahihah: 3176]
Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi rahimahullah berkata,
ولا نرى الخروج على أئمتنا وولاة أُمورنا ، وإن جاروا ، ولا ندعوا عليهم
، ولا ننزع يداً من طاعتهم ونرى طاعتهم من طاعة الله عز وجل فريضةً ، ما
لم يأمروا بمعصيةٍ ، وندعوا لهم بالصلاح والمعافاة
“Kami tidak memandang
bolehnya memberontak kepada para pemimpin
dan pemerintah kami, meskipun mereka berbuat zhalim. Kami tidak
mendoakan kejelekan bagi mereka. Kami tidak melepaskan diri dari
ketaatan kepada mereka dan kami memandang ketaatan kepada mereka adalah
ketaatan kepada Allah sebagai suatu kewajiban, selama yang mereka
perintahkan itu bukan kemaksiatan (kepada Allah). Kami doakan mereka
dengan kebaikan dan keselamatan.” [Matan Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah]
Ulama besar Syafi’iyah, An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,
وأجمع أهل السنة أنه لا ينعزل السلطان بالفسق وأما الوجه المذكور في كتب
الفقه لبعض أصحابنا أنه ينعزل وحكى عن المعتزلة أيضا فغلط من قائله مخالف
للإجماع قال العلماء وسبب عدم انعزاله وتحريم الخروج عليه ما يترتب على ذلك
من الفتن واراقة الدماء وفساد ذات البين فتكون المفسدة في عزله أكثر منها
في بقائه قال القاضي عياض أجمع العلماء على أن الإمامة لا تنعقد لكافر وعلى
أنه لو طرأ عليه الكفر انعزل
“Dan telah sepakat Ahlus Sunnah bahwa tidak boleh seorang penguasa
dilengserkan karena kefasikan (dosa besar) yang ia lakukan. Adapun
pendapat yang disebutkan pada kitab-kitab fiqh yang ditulis oleh
sebagian sahabat kami (Syafi’iyah) bahwa penguasa yang fasik harus
dilengserkan dan pendapat ini juga dinukil dari kaum Mu’tazilah, maka
telah salah besar, orang yang berpendapat demikian menyelisihi ijma’.
Dan ulama menjelaskan, sebab tidak bolehnya penguasa zalim
dilengserkan dan haramnya memberontak kepadanya karena akibat dari hal
itu akan muncul berbagai macam fitnah (kekacauan), ditumpahkannya darah
dan rusaknya hubungan, sehingga kerusakan dalam pencopotan penguasa
zalim lebih banyak disbanding tetapnya ia sebagai penguasa. Al-Qodhi
‘Iyadh rahimahullah berkata: Ulama sepakat bahwa kepemimpinan tidak sah
bagi orang kafir, dan jika seorang pemimpin menjadi kafir harus
dicopot.” [Syarh Muslim, 12/229]
AI-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,
وقد أجمع الفقهاء على وجوب طاعة السلطان المتغلب والجهاد معه وأن طاعته خير من الخروج عليه لما في ذلك من حقن الدماء وتسكين الدهماء
“Dan telah sepakat fuqoha atas wajibnya taat kepada penguasa yang
sedang berkuasa dan berjihad bersamanya, dan (mereka juga sepakat) bahwa
taat kepadanya lebih baik disbanding memberontak, sebab dengan itu
darah terpelihara dan membuat nyaman kebanyakan orang.” [Fathul Bari,
13/7]
HARAMNYA PEMBERONTAKAN MESKI TERHADAP PEMERINTAH YANG MERAIH KEKUASAAN DENGAN CARA YANG SALAH
Al-Imam Ali bin Madini rahimahullah berkata,
ومن خرج علي امام من ائمة المسلمين وقد اجتمع عليه الناس فأقروا له
بالخلافة بأي وجه كانت برضا كانت أو بغلبة فهو شاق هذا الخارج عليه العصا
وخالف الآثار عن رسول الله صلى الله عليه و سلم فإن مات الخارج عليه مات
ميتة جاهلية
“Brangsiapa yang memberontak kepada salah seorang pemimpin kaum
muslimin, padahal manusia telah berkumpul di bawah kepemimpinannya,
mereka pun mengakui kepemimpinannya, dengan cara apa saja ia mendapati
kepemimpinan itu, apakah de
ngan kerelaan atau dengan paksa, maka orang
yang memberontak itu telah merusak persatuan kaum muslimin dan
menyelisihi hadits-hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, jika
pemberontak ini mati maka matinya jahiliyah.” [Syarhul I’tiqod Ahlis
Sunnah wal Jama’ah lil Laalikaai, 1/168]
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah berkata,
“Aku memandang wajibnya mendengar dan mentaati para pemimpin kaum
muslimin, apakah itu pemimpin yang baik maupun jahat, selama mereka
perintahkan itu bukan kemaksiatan. Dan siapa yang memimpin khilafah dan
manusia bersatu dalam kepemimpinannya, mereka ridho kepadanya, meskipun
dia mengalahkan mereka dengan pedang hingga menjadi pemimpin, maka wajib
taat kepadanya dan haram memisahkan diri (memberontak) kepadanya.”
[Syarhu Risalah Ila Ahlil Qosim, Syaikh Shalih Al-Fauzan, hal. 157]
Nasihatonline.com
Sumber artikel :
antosalafy.wordpress.com